Belakangan ini Indonesia sedang ramai dengan kasus dokter Terawan. Kita tidak tahu mana yang benar dan salah. Kita tidak perlu ikut. Kalaupun ikut berpikir, tidak perlu diungkapkan dalam keramaian yang berlangsung saat ini, karena apa yang kita kemukakan tidak akan mengubah keadaan mereka. Biarkan mereka sendiri yang mengubah keadaannya sendiri.
Namun dari perdebatan yang berlangsung itu, ada yang menjadi pembelajaran bagi kita yakni bahwa perbedaan selalu terjadi dalam perdebatan ilmu pengetahuan. Ilmu apa saja. Tidak ada satu teori pun yang disepakati oleh semua orang di dunia. Misalnya, satu pertanyaan sederhana tentang siapa manusia. Biologi menjawab manusia adalah monyet yang mengalami evolusi dan mereka membuktikannya dari kemiripan gen hingga 98-99%. Ada yang bilang manusia adalah homo homini lupus (serigala bagi sesamanya). Sosiolog bilang homo socius (bahasa manggarainya “homo siwi sok”). Mereka yang belajar bahasa menyebut manusia sebagai homo loquens (manusia yang berbicara) atau homo narans (manusia yang suka bercerita). Sementara jurnali memberi julukan pada manusia sebagai homo publicus. Semuanya ini disebut sebagai manusia. Tetapi tidak ada yang mutlak benar. Julukan yang berbeda-beda itu dianggap benar sebagai kompromi. Itulah kebenaran pada level manusia. Banyak sekali hal yang disepakati.
Tetapi, ada satu kebenaran yang tidak memerlukan diskusi yang rumit dan tidak perlu bertengkar yakni kebaikan. Perbedaan, kalaupun ada, hanya soal cara saja. Di seluruh dunia dikatakan, senyum, rajin, berbagi, sabar, menghormati orang, semuanya itu baik. Karena itu, kalau mau sehat, mulailah dari kebaikan.
Penulis Inggris Charles Dickens mengatakan “doing the good things makes you feel better”. Artinya, melakukan sesuatu yang baik, membuat kita merasa nyaman. Nyaman dengan diri sendiri, nyaman dengan orang lain. Bahkan nyaman dengan Tuhan. Orang yang tahu matematika belum tentu nyaman dengan orang lain atau nyaman dengan Tuhan. Tetapi orang yang berbuat baik pasti nyaman dengan semua hal. Karena itu mulailah dari kebaikan. Beri makanan yang benar untuk tubuh, lakukan yang baik untuk sesama, dengarlah kebaikan dari Tuhan.
Soal makan sebetulnya soal berikut. Tetapi tetap jaga racun supaya jangan sakit. Namun, kalau kita melakukan yang baik, tubuh kita menjadi sensitif terhadap apa yang berbahaya bagi tubuh kita. “Concentrating in doing something good, you will automatically realize that you eat something bad for your body”. Itu otomatis. Bahkan kalau makin baik, kita akan tahu ada masalah dengan makanan yang akan kita makan. Karena itu, banyak hal yang bisa diselesaikan kalau kita berbuat baik.
Kasus IDI vs Terawan tidak akan seramai saat ini kalau mereka semua menjadi inisiator kebaikan. Salah satu dari mereka harus memulai kebaikan. Sehingga orang lain yang mendengar mereka tidak habis waktunya untuk ikut-ikutan ambil bagian dan saling menyalahkan.
Kalau mau lebih sehat, berbuat baik. Melakukan hal yang baik membuat dirimu nyaman terhadap diri sendiri, orang lain dan dikukuhkan dari atas. Bagi SKK, kita harus tegas mengatakan Tuhan itu ada dan Tuhan itu baik untuk kita.
TEAM BHSO KOCARKACIR.
Comments
Post a Comment