Skip to main content

Hidup Dalam Perspektif Allah

Cuplikan dari Buku Eksegese Orang Jalanan 

Karya Porat Antonius

Minggu Hari Raya Pentakosta, Tahun A


Sense of belonging merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia. Sense of belonging tidak sama dengan to have. Sense of belonging lebih dari to have. Memiliki sense of belonging ada kepenuhan yang berarti juga ada kepuasan. Sementara to have berhubungan dg memiliki tetapi belum mencapai kepenuhan apalagi kepuasan. Yang dipaparkan dalam ketiga bacaan minggu Pentakosta ini adalah gambaran tentang hidup dengan sense of belonging. Yaitu menggambarkan tawaran Allah untuk manusia. Allah menawarkan kepenuhan hidup kepada manusia. Allah juga menawarkan jalan menuju kepenuhan hidup itu yakni melalui beriman kepada Yesus, mendengarkan firman Nya dan melakukan kehendak Nya. Semua ini bukan untuk Yesus melainkan untuk manusia. Manusia lah yang mengalami kepenuhan.
Dari sudut pandang ketiga bacaan, masalah yang ada pada manusia itu terletak pada hidup yang tidak berdasarkan Roh. Atau hidup berdasarkan daging.
Untuk kembali kepada kepenuhan hidup atau hidup dalam perspektif Allah seperti yang ditawarkan Allah dalam ketiga bacaan, manusia pertama-tama harus menerima Yesus dan percaya padaNya dan manusia juga harus melakukan yang dikehendaki Nya

Banyak orang beriman rupanya belum hidup dalam kepenuhan perspektif Allah, masalahnya adalah kekeliruan pemahaman. Masih banyak yang memahami bahwa percaya itu hampir sama dengan sudah mengikuti semua yang diatur institusi : sudah dibabtis, sudah tekun berdoa, dan hadir dalam ritual agama yang dianut.
Demikian juga dg pemahaman ttg hidup, dipahami sebatas masih bernapas atau nanti masuk surga setelah putus napas. Doa akhirnya hanya konsentrasi untuk mempertahankan napas atau dalam keadaan terpaksa berdoa untuk masuk surga.
Berdoa berdasarkan roh itu berbeda dengan berdasarkan daging. Doa berdasarkan roh berisi ucapan syukur atau paling tidak berisi permohonan untuk sabar, rajin dan sebagainya. Dengan kata lain berdoa berdasarkan roh itu adalah berdoa yang membesarkan model hidup berdasarkan roh dan mengurangi model hidup berdasarkan daging.

Ketiga bacaan minggu ini mengingatkan orang beriman tentang hidup dan mati dalam perspektif Allah yaitu memandang hidup yang sama artinya dengan mengandung roh kudus-hidup berdasar roh-yaitu hidup yang bersukacita, bersabar, rajin, jujur, mengampuni dsb. Peristiwa Pentakosta dikenang supaya umat beriman menyadari bahwa hidup dalam perspektif Allah adalah hidup sesuai dengan Roh.
Masih banyak orang beriman yang ketika merayakan Pentakosta lebih memusatkan perhatian pada mengagungkan peristiwa yang sudah terjadi jauh waktu lampau dan jauh dari pengalaman konkrit sehari hari.
Upaya apa yang dapat dilakukan umat beriman agar rahmat Pentakosta nyata dalam hidup sehari hari?
Yang perlu dibenahi orang beriman adalah cara pandang tentang hidup dan mati. 
Hidup artinya hidup berdasarkan kehendak Roh yakni bersukacita, bersabar, dan bersyukur. 
Mati artinya matinya hidup berdasarkan daging yakni matinya hidup dalam kebencian, dalam kemalasan, ketidakjujuran dsb
Dengan demikian, upaya konkrit yang dapat dilakukan dalam hidup sehari-hari adalah hidup dengan bersukacita, jujur, rajin dsb. Berdoalah minta tuntunan Allah

Kegembiraan , kejujuran,kesabaran, ketekunan, rajin, rendah hati, tidak dapat dijelaskan secara tuntas dengan kata-kata. Semua ini hanya dapat ditunjukkan lewat tindakan. Yang mengalami kepenuhan hadir memberikan contoh. Selain itu, hidup dalam perspektif Allah itu tidak berkembang sendiri hanya bermodalkan pengetahuan tentang iman dan perintah Allah. Hidup dalam perspektif Allah harus diperjuangkan, serta harus diciptakan. Di rumah, hidup orang beriman sarat dengan sukacita, jujur, saling menolong, sabar, saling mengampuni, saling menghormati. Di jalan dan di tempat lain pun sama. Tindakan seperti inilah yang dengan sendirinya menarik orang yang ragu akan Allah untuk menjadi bagian dari persekutuan orang beriman.



Lebih lengkap lagi dapat dibaca di Buku Eksegese Orang Jalanan, karya Porat Antonius - Max Biae Dae,  Tahun A,  Minggu Hari Raya Pentakosta , hal 281 - 287



_edian_





















Comments

Popular posts from this blog

DAMAI itu DAM – AI (I in English) - BHS Klaten (Part2) - 25 Mei 2025

Apakah Damai ada padamu? Pertanyaan renungan Opa mengawali aktivitas ngopi pagi di BHS SKK Klaten. Pertanyaan ini memperlihatkan pentingnya damai yang pasti sudah sangat sering didengar baik dari mimbar agama maupun mimbar kehidupan lainnya. Damai memang menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita baik sebagai pribadi dalam keluarga, komunitas keagamaan maupun komunitas social dan komunitas kategorial lainnya. Kali ini Opa menjelaskan damai dari dan dalam ritus agama dan terlebih pada ritus kehidupan.  DAMAI DALAM RITUS HIDUP. Ritus keagamaan bagi banyak dari kita sudah dilakukan secara sungguh-sungguh. Meskipun demikian ritus agama terbatas. Ritus yang tidak terbatas justru ada dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sendirian pun ritus hidup tetap berlangsung.  RITUS DAMAI DALAM BERPIKIR. Ketika berpikir ritus hidup tetap terjadi, saat itu kita bisa memandang ke dalam diri , apakah dalam berpikir damai ada dalam pikiranmu. Kalau pikiranmu berisi kecemasan maka kedamaian tida...

TEMPUS ET SPATIUM ATAU SPACE AND TIME - BHS Klaten (Part 1) - 24 Mei 2025

Satu Kebenaran yang diakui dan diterima oleh semua pemikir dari dahulu kala adalah Tempus dan spatium. Kedua hal ini bahkan diterima sebagai Rahmat tertua dan karenanya diterima sebagai kebenaran tertua hingga sekarang. Spatium dan Tempus atau space and time adalah dasar dari segenap kebenaran lain karena seluruh peristiwa hidup yang lain terjadi di atas space and time. Dengan kata lain space dan time adalah fondasi seluruh kebenaran tentang manusia. Siapa yang menggunakan space dan time sesuai  dengan hakekatnya sebagai dasar maka dia hidup. Manusia sudah cukup berhasil menggunakan space. Dia membagi space sesuai fungsinya walaupun amburadul. Jika kita berhenti pada kelihaian membagi space maka kita baru masuk ke Sebagian kecil dari Rahmat. Rahmat yang terbesar ada pada time/tempus.  TEMPUS, NON SPATIUM, GRATIA EST.  Karena Rahmat terbesar ada pada tempus maka kita paham bahwa Tempus, non spatium, gratia est atau sering disingkat Tempus Gratia Est – Waktu adalah Rahmat. ...

Menuju Kesaktian Jiwa - NMCC - 3 Mei 2025

Semakin dan terus bertumbuh menjadi ciri Komunitas SKK terlebih setelah merayakan Syukur atas HUT  ke 18. Bergerak dari upaya, terus menyehatkan jiwa yang berperan sangat vital dalam menyehatkan tubuh (Corpus Sanum in Menten Sanam) menuju Kesaktian Jiwa dalam membangun candi-candi kehidupan (Opa membandingkan dengan kesaktian Bandung Bondowoso ketika membangun 1000 candi). Beberapa Upaya menumbuhkan kesaktian jiwa yang akan terus diperjuangkan komunitas SKK seperti terlihat nyata pada perjuangan untuk 1. Makan sekali sehari. Kekisruhan yang terjadi pada pagi hari karena persoalan makan bahkan Opa mengatakan bahwa dosa paling banyak terjadi pada pagi hari karena sibuk mengurus makan dan minum. maka dosa pagi akan hilang seirama berkembangnya pola makan sekali sehari. Orang tidak lagi ribut dan rebut soal makan di pagi hari. Ada banyak waktu dan ruang untuk berbuat sesuatu yang lebih bermakna demi pertumbuhan kesaktian jiwa dari pada sekedar meributkan makan dan minum semata. Makan...