Dunia ini dari awal hingga kini bahkan hingga akhir penuh dengan pilihan hidup. Pilihan seperti itu pada satu sisi memudahkan, namun ada juga pilihan yang bermasalah. Memutuskan sesuatu secara tepat dari banyak tawaran membutuhkan kecerdasan supaya jangan salah pilih. Banyak manusia yang tersenyum karena cerdas memilih, namun juga ada yang salah atau keliru sehingga menangis. Bacaan berikut menawarkan - hanya dua -yakni mengandalkan Allah atau mengandalkan pikiran manusia.
Bacaan di atas menggambarkan bahwa mengandalkan pikiran sendiri dan kekayaan akan celaka. Meskipun sekarang tertawa, nanti akan menangis. Sebaliknya yang mengandalkan Tuhan akan bahagia. Meskipun sekarang menangis, kemudian akan tertawa. Tertawa itulah kebahagiaannya. Dalam mengandalkan pikiran sendiri, yang salah adalah : memandang pikiran atau kekayaan sebagai sumber sukacita. Pikiran itu bersumber dari pengalaman otak dan itu terbatas. Fungsinya tidak lebih dari merekam yang sebatas fisik duniawi pula. Ketika berhadapan dengan dunia , pikiran itu bekerja dalam konteks relasi dan konteks kemungkinan yang tersamar. Mengandalkan pikiran sendiri berarti mengandalkan kemungkinan yang tersamar dan terbatas.
Kekayaan juga bukanlah sumber sukacita untuk jiwa yang berasal dari surga. Kekayaan itu hanya untuk tubuh yang fana. Tubuh berasal dari tanah. Demikian juga kekayaan akan kembali ke tanah bersama tubuh. Sebelum menyatu dengan tanah, tubuh dan kekayaan harus membusuk supaya bersahabat dengan kebusukan lain dalam tanah. Tubuh dengan kekayaannya tidak kembali ke surga tetapi ke tanah. Dengan demikian yang menganggap kekayaan sebagai jaminan untuk mengalami sukacita surgawi sama dengan menganggap dan bergantung pada yang salah dan sia-sia.
Yang diwartakan dalam kitab suci yakni jiwa itu kekal. Jiwa tidak berasal dari tanah dan tidak kembali ke tanah seperti tubuh. Jiwa berasal dari Allah dan akan kembali ke Allah seperti yesus yang bangkit berasal dari Allah dan akan kembali ke Allah. Jiwa berasal dari Allah yang empunya kerajaan surga. Oleh karena itu Jiwa tidak mengandalkan kekayaan duniawi supaya tertawa atau kenyang seperti halnya tubuh. Jiwa membutuhkan Yesus yang membebaskan manusia dari dosa. Kekenyangan jiwa itu = lapar atau sangat menginginkan kebebasan dari dosa. Lapar seperti itulah yang disebut jiwa yang kenyang atau gembira bersama Yesus. Itulah berbahagia yang diwartakan dalam ketiga bacaan di atas.
Manusia tidak dapat menggunakan pikiran dari otaknya sendiri untuk mengandalkan Tuhan. Bila manusia mengandalkan pikiran dari otaknya sendiri, maka gambaran manusia tentang cara mengandalkan Tuhan dan tentang gambaran manusia terhadap surga (dan Allah) terbatas oleh kemampuan pengetahuan yang terekam otak. Lalu faktanya ,- sifat otak yang fisik sebagai lokus atau tempat terjadinya berpikir , - maka manusia akan cenderung menggunakan dunia fisik benda sebagai titik tolaknya. Yang berarti pula bahwa manusia tidak melihat hidup tanpa dosa sebagai tujuan hidup tertinggi melainkan melihat benda , - yang sesuai sifat otak fisik, - sebagai tujuan hidup tertinggi. Maka beriman dengan otak itu sangat erat dengan mengagungkan ekspresi beriman yang sangat ritualistik yang juga sarat dengan keterlibatan benda fisik seperti patung atau aksesoris fisik lain.
Orang beriman adalah orang yang percaya. Percaya itu bukan saja State of Mind. Percaya itu lebih dari semuanya yakni tindakan percaya. Dengan demikian mengikuti Yesus itu artinya mengikuti ajaranNya bertindak sesuai ajaran-Nya. Yang diajarkanNya yakni kasih dalam arti kata kerja "bertindak kasih" bukan dalam arti kata benda kasih sebagai state- of the heart. Kristus melalui diri dan karyaNya menunjukkan tindakan kasih itu. Melalui Yesus, manusia ditunjukkan pula tentang bertindak kasih yakni mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama.
Ketika tubuh dengan segala ketaatan ritualistik nya berkata "percaya" tapi masih berdosa dan terus berdosa, sama artinya belum mengandalkan Tuhan, belum mengikuti Yesus. Masih berdosa artinya jiwa masih miskin dan jiwa yang miskin ini akan menangis karena jiwa yang berdosa tidak empunya surga. Bertobat -kini dan di sini- dan mulai hari ini tidak hanya membawa jiwa masuk surga (yang nanti terjadi sesudah mati). Jiwa yang bebas dari dosa membawa sebagian dari senyuman surgawi ke dunia. Jiwa yang bebas dari dosa juga membuat hidup penuh dengan senyuman dan gelak tawa. Itulah ciri hidup yang mengandalkan Tuhan dan ciri hidup mengikuti Yesus di sini di dunia ini.
Cuplikan dari Buku Eksegese Orang Jalanan, karya Porat Antonius
Lebih lengkap lagi dapat dibaca di Buku Eksegese Orang Jalanan Tahun Liturgi C, Buku Jilid 2
_edian_
Comments
Post a Comment