Skip to main content

Berbahagialah Yang Menangis Karena Yang Lain Tertawa - Eksegese Minggu Biasa ke 6 Tahun C

Dunia ini dari awal hingga kini bahkan hingga akhir penuh dengan pilihan hidup. Pilihan seperti itu pada satu sisi memudahkan, namun ada juga pilihan yang bermasalah. Memutuskan sesuatu secara tepat dari banyak tawaran membutuhkan kecerdasan supaya jangan salah pilih. Banyak manusia yang tersenyum karena cerdas memilih, namun juga ada yang salah atau keliru sehingga menangis. Bacaan berikut menawarkan - hanya dua -yakni mengandalkan Allah atau mengandalkan pikiran manusia.

Bacaan di atas menggambarkan bahwa mengandalkan pikiran sendiri dan kekayaan akan celaka. Meskipun sekarang tertawa, nanti akan menangis. Sebaliknya yang mengandalkan Tuhan akan bahagia. Meskipun sekarang menangis, kemudian akan tertawa. Tertawa itulah kebahagiaannya. Dalam mengandalkan pikiran sendiri, yang salah adalah : memandang pikiran atau kekayaan sebagai sumber sukacita. Pikiran itu bersumber dari pengalaman otak dan itu terbatas. Fungsinya tidak lebih dari merekam yang sebatas fisik duniawi pula. Ketika berhadapan dengan dunia , pikiran itu bekerja dalam konteks relasi dan konteks kemungkinan yang tersamar. Mengandalkan pikiran sendiri berarti mengandalkan kemungkinan yang tersamar dan terbatas.

Kekayaan juga bukanlah sumber sukacita untuk jiwa yang berasal dari surga. Kekayaan itu hanya untuk tubuh yang fana. Tubuh berasal dari tanah. Demikian juga kekayaan akan kembali ke tanah bersama tubuh. Sebelum menyatu dengan tanah, tubuh dan kekayaan harus membusuk supaya bersahabat dengan kebusukan lain dalam tanah. Tubuh dengan kekayaannya tidak kembali ke surga tetapi ke tanah. Dengan demikian yang menganggap kekayaan sebagai jaminan untuk mengalami sukacita surgawi sama dengan menganggap dan bergantung pada yang salah dan sia-sia.

Yang diwartakan dalam kitab suci yakni jiwa itu kekal. Jiwa tidak berasal dari tanah dan tidak kembali ke tanah seperti tubuh. Jiwa berasal dari Allah dan akan kembali ke Allah seperti yesus yang bangkit berasal dari Allah dan akan kembali ke Allah. Jiwa berasal dari Allah yang empunya kerajaan surga. Oleh karena itu Jiwa tidak mengandalkan kekayaan duniawi supaya tertawa atau kenyang seperti halnya tubuh. Jiwa membutuhkan Yesus yang membebaskan manusia dari dosa. Kekenyangan jiwa itu = lapar atau sangat menginginkan kebebasan dari dosa. Lapar seperti itulah yang disebut jiwa yang kenyang atau gembira bersama Yesus. Itulah berbahagia yang diwartakan dalam ketiga bacaan di atas.

Manusia tidak dapat menggunakan pikiran dari otaknya sendiri untuk mengandalkan Tuhan. Bila manusia mengandalkan pikiran dari otaknya sendiri, maka gambaran manusia tentang cara mengandalkan Tuhan dan tentang gambaran manusia terhadap surga (dan Allah) terbatas oleh kemampuan pengetahuan yang terekam otak. Lalu faktanya ,- sifat otak yang fisik sebagai lokus atau tempat terjadinya berpikir , - maka manusia akan cenderung menggunakan dunia fisik benda sebagai titik tolaknya. Yang berarti pula bahwa manusia tidak melihat hidup tanpa dosa sebagai tujuan hidup tertinggi melainkan melihat benda , - yang sesuai sifat otak fisik, - sebagai tujuan hidup tertinggi. Maka beriman dengan otak itu sangat erat dengan mengagungkan ekspresi beriman yang sangat ritualistik yang juga sarat dengan keterlibatan benda fisik seperti patung atau aksesoris fisik lain.

Orang beriman adalah orang yang percaya. Percaya itu bukan saja  State of Mind. Percaya itu lebih dari semuanya yakni tindakan percaya. Dengan demikian mengikuti Yesus itu artinya mengikuti ajaranNya bertindak sesuai ajaran-Nya. Yang diajarkanNya yakni kasih dalam arti kata kerja "bertindak kasih" bukan dalam arti kata benda kasih sebagai state- of the heart. Kristus melalui diri dan karyaNya menunjukkan tindakan kasih itu. Melalui Yesus, manusia ditunjukkan pula tentang bertindak kasih yakni mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama.

Ketika tubuh dengan segala ketaatan ritualistik nya berkata "percaya" tapi masih berdosa dan terus berdosa, sama artinya belum mengandalkan Tuhan, belum mengikuti Yesus. Masih berdosa artinya jiwa masih miskin dan jiwa yang miskin ini akan menangis karena jiwa yang berdosa tidak empunya surga. Bertobat -kini dan di sini- dan mulai hari ini tidak hanya membawa jiwa masuk surga (yang nanti terjadi sesudah mati). Jiwa yang bebas dari dosa membawa sebagian dari senyuman surgawi ke dunia. Jiwa yang bebas dari dosa juga membuat hidup penuh dengan senyuman dan gelak tawa. Itulah ciri hidup yang mengandalkan Tuhan dan ciri hidup mengikuti Yesus di sini di dunia ini. 


Cuplikan dari Buku  Eksegese Orang Jalanan,  karya Porat Antonius 

Lebih lengkap lagi dapat dibaca di Buku Eksegese Orang Jalanan Tahun Liturgi C, Buku Jilid 2

 

_edian_

Comments

Popular posts from this blog

DAMAI itu DAM – AI (I in English) - BHS Klaten (Part2) - 25 Mei 2025

Apakah Damai ada padamu? Pertanyaan renungan Opa mengawali aktivitas ngopi pagi di BHS SKK Klaten. Pertanyaan ini memperlihatkan pentingnya damai yang pasti sudah sangat sering didengar baik dari mimbar agama maupun mimbar kehidupan lainnya. Damai memang menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita baik sebagai pribadi dalam keluarga, komunitas keagamaan maupun komunitas social dan komunitas kategorial lainnya. Kali ini Opa menjelaskan damai dari dan dalam ritus agama dan terlebih pada ritus kehidupan.  DAMAI DALAM RITUS HIDUP. Ritus keagamaan bagi banyak dari kita sudah dilakukan secara sungguh-sungguh. Meskipun demikian ritus agama terbatas. Ritus yang tidak terbatas justru ada dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sendirian pun ritus hidup tetap berlangsung.  RITUS DAMAI DALAM BERPIKIR. Ketika berpikir ritus hidup tetap terjadi, saat itu kita bisa memandang ke dalam diri , apakah dalam berpikir damai ada dalam pikiranmu. Kalau pikiranmu berisi kecemasan maka kedamaian tida...

TEMPUS ET SPATIUM ATAU SPACE AND TIME - BHS Klaten (Part 1) - 24 Mei 2025

Satu Kebenaran yang diakui dan diterima oleh semua pemikir dari dahulu kala adalah Tempus dan spatium. Kedua hal ini bahkan diterima sebagai Rahmat tertua dan karenanya diterima sebagai kebenaran tertua hingga sekarang. Spatium dan Tempus atau space and time adalah dasar dari segenap kebenaran lain karena seluruh peristiwa hidup yang lain terjadi di atas space and time. Dengan kata lain space dan time adalah fondasi seluruh kebenaran tentang manusia. Siapa yang menggunakan space dan time sesuai  dengan hakekatnya sebagai dasar maka dia hidup. Manusia sudah cukup berhasil menggunakan space. Dia membagi space sesuai fungsinya walaupun amburadul. Jika kita berhenti pada kelihaian membagi space maka kita baru masuk ke Sebagian kecil dari Rahmat. Rahmat yang terbesar ada pada time/tempus.  TEMPUS, NON SPATIUM, GRATIA EST.  Karena Rahmat terbesar ada pada tempus maka kita paham bahwa Tempus, non spatium, gratia est atau sering disingkat Tempus Gratia Est – Waktu adalah Rahmat. ...

Menuju Kesaktian Jiwa - NMCC - 3 Mei 2025

Semakin dan terus bertumbuh menjadi ciri Komunitas SKK terlebih setelah merayakan Syukur atas HUT  ke 18. Bergerak dari upaya, terus menyehatkan jiwa yang berperan sangat vital dalam menyehatkan tubuh (Corpus Sanum in Menten Sanam) menuju Kesaktian Jiwa dalam membangun candi-candi kehidupan (Opa membandingkan dengan kesaktian Bandung Bondowoso ketika membangun 1000 candi). Beberapa Upaya menumbuhkan kesaktian jiwa yang akan terus diperjuangkan komunitas SKK seperti terlihat nyata pada perjuangan untuk 1. Makan sekali sehari. Kekisruhan yang terjadi pada pagi hari karena persoalan makan bahkan Opa mengatakan bahwa dosa paling banyak terjadi pada pagi hari karena sibuk mengurus makan dan minum. maka dosa pagi akan hilang seirama berkembangnya pola makan sekali sehari. Orang tidak lagi ribut dan rebut soal makan di pagi hari. Ada banyak waktu dan ruang untuk berbuat sesuatu yang lebih bermakna demi pertumbuhan kesaktian jiwa dari pada sekedar meributkan makan dan minum semata. Makan...