Kita yang bergabung hari ini berasal dari kota-kota besar. Ada satu kecenderungan yang diagungkan oleh orang-orang di kota besar yakni kecerdasan rasional. Memang, secara neurologis kita memiliki neocortex untuk berpikir rasional. Tetapi apakah kita pernah bertanya mengapa kita harus rasional?
Kalau dibaca secara horizontal, rasional berhubungan dengan pola dan biasanya logika. Dengan membaca pola maka seseorang bisa menyimpulkan sesuatu yang ditunjukkan secara implisit oleh pola-pola itu. Misalnya, seorang petani membaca pola tentang jenis tanaman yang kalau kebanyakan air akan mati atau tidak cocok pada musim hujan. Berdasarkan pola itu maka petani belajar bahwa ada tanaman tertentu yang tidak ditanam pada musim hujan. Pola alamiah yang diketahui semua orang adalah matahari terbit dan terbenam. Semuanya itu mau menunjukkan bahwa manusia diberi kemampuan rasional supaya banyak aspek kehidupan yang bisa diatasi. Tetapi seringkali manusia keliru membaca pola yang ditunjukkan tubuh ketika mengkonsumsi sesuatu. Tubuh memberikan reaksi ketika makanan cocok atau tidak. Tetapi kita gagal membaca pola itu dan hanya bisa membaca pola yang tampak di luar. Kita juga gagal membaca pola dalam relasi dengan orang lain melalui reaksi tertentu seperti ketika kita mengucapkan kata-kata tertentu pada diri sendiri atau orang lain. Kita tidak menangkap reaksi sosial seseorang karena gagal membaca pola.
Akibat kegagalan membaca pola pada reaksi tubuh maka orang lain yang mengendalikan tubuh kita dan menjadikannya sebagai ladang bisnis. Sebenarnya soal sehat akan mudah bagi kita kalau kita bisa membaca pola. Yang terjadi di dunia ini sekarang, ketika kita gagal membaca pola-pola itu untuk diri kita sendiri. Kita tergantung pada cara orang lain. Misalnya, kemampuan tubuh terhadap penyakit tertentu. Ada orang yang tidak tahan dengan AC. Berulang-ulang mengalami sakit yang sama setelah terpapar AC. Artinya anda tidak boleh hidup pada lingkungan yang tergantung pada AC. Pindahlah. Ada orang yang kepala tegang setelah makan kepiting. Tinggalkan kepiting. Itulah kemampuan yang ada pada kita untuk membaca pola yang merupakan fungsi dari kemampuan rasional.
Kalau dibaca secara vertikal, pola-pola yang didapatkan secara horizontal pada dasarnya mau mengajak kita melihat yang baik dan buruk, benar dan salah untuk mengangkat derajat hidup kita lebih tinggi, yaitu hidup bermoral. Jadi orang yang tahu benar-salah, baik-buruk, tetapi masih melakukan yang salah dan buruk, sebenarnya tidak rasional. Menghilangkan nyawa orang lain adalah tidak rasional, mungkin baik untuk dia tapi buruk buat orang lain. Mencaci maki orang lain, baik untuk dia tapi buruk buat yang lain.
Jadi, rasional adalah cara yang dimaksudkan untuk mengangkat derajat kita untuk hidup bermoral. Moral itulah yang menentukan kita berdosa atau tidak. Bukan rasional. Jadi kalau berkonsentrasi pada kebaikan dan kebenaran maka kita tidak berdosa. Itu adalah moral. Demikian juga pertimbangangan tentang yang buruk dan salah adalah bagian dari moral. Karena itu, ajaran dasar semua agama adalah kasih. Kasih adalah hidup yang bermoral.
Kita diajak untuk tidak hanya sekedar tahu pola rasional di dunia. Tapi harus menjadikannya sebagai dasar untuk hidup menurut moral yang baik. Yang perlu kita sadari dan bangga adalah SKK mengembangkan itu dengan cara memberikan yang benar dan baik pada tubuh dengan makanan yang tidak menjadi racun bagi tubuh. Tetapi tidak hanya tubuh. Manusia juga punya jiwa. Berilah yang baik kepada jiwa. Untuk itu, belajar rasional perlu ditingkatkan supaya kita tahu pola yang benar dan pola yang baik. Tetapi jangan hanya sampai disitu. Gunakan pengetahuan itu untuk kita melakukan kebaikan dan kebenaran. Terima kasih untuk anggota SKK yang sudah lama bergabung. Kita sudah menjadi pelaku hidup yang benar dan hidup bermoral.
Dalam proses hidup bermoral pasti tidak selalu mulus. Jatuh itu biasa. Tapi jangan jatuh terus. Salah satu penyakit kita adalah berlebihan dengan pengetahuan hidup di dunia ini tapi tidak berbangga dengan hidup moral yang diajarkan Tuhan. Hidup bermoral yang tertinggi adalah melalui kasih. Jadi, tingkatkan kecerdasan supaya kita tahu mana yang baik dan buruk yang berguna untuk kehidupan sehari-hari. Misalnya, ahli kimia mencampur segala sesuatu untuk kebaikan. Kemajuan ilmu kimia memajukan kehidupan manusia tapi mematikan kehidupan organisme lain. Padahal organisme lain mempunyai hak hidup. Penyakit yang kita alami terjadi karena kita menghabiskan demikian banyak organisme lain. Sawah, misalnya, kehilangan kodok karena pestisida. Jangkrik juga begitu, habis karena kemajuan ilmu kimia. Kita terlalu egois. Kemampuan rasional membaca pola dipakai untuk membunuh yang lain. Padahal hakikatnya adalah digunakan untuk memelihara kehidupan. Kalau kecenderungan egoistik ini tetap kita jalankan, akan banyak bencana kita hadapi. Karena alam ini bukan hanya untuk manusia tapi juga buat mikroba yang lain. Rasionalitas yang ada pada manusia adalah rasionalitas yang diberikan untuk menguasai bumi, salah satunya menguasai pola. Tugas menguasai bumi adalah memelihara bukan memusnahkan.
Melalui SKK kita mulai belajar dengan makan sedikit supaya dunia tidak dipaksa untuk produksi berlebihan. Yang makan paling banyak adalah orang-orang di kota-kota. Pertumbuhan produksi makanan diarahkan untuk melayani kota-kota. Kenapa? Karena orang kota bisa makan sembari bekerja di meja. Di kampung, orang tidak bisa makan sembari mencangkul. Pesan saya, lanjutkan autophagy supaya kita ikut berkontribusi mengurangi beban bumi.
Buku Bahasa Rumah Kita Bersama
Ide dasar buku ini adalah Grand Design. Jika dibaca secara spiritual, Allah merancang hidup manusia supaya bahagia di dua situasi. Di dunia, mengalami kebahagiaan. Kemudian sisi lainnya adalah kebahagiaan bersama Dia. Mungkin suatu waktu, kalau diberi kesempatan, Saya (Opa) akan menulis soal ini. Mengapa bahasa dilihat sebagai fungsi dalam buku ini. Karena bahasa dihadirkan untuk mempunyai tujuan. Semua kejadian dalam hidup, bukan peristiwa kebetulan. Sebaliknya kita berada di dalam tujuan itu. Kita diajak untuk belajar menyadari tujuan hidup kita. Orang menyebutnya garis tangan. Tapi maknanya bukan dalam pengertian sakit, mati, miskin kaya tapi dalam arti Kehendak Allah, rancangan Allah. Bahasa ini adalah grand design, yakni kita berasal dari satu dan akan kembali ke satu. Karena itu, bahasa tidak perlu sekolah, asal orang itu sehat. Ilmu lain berkembang setelah bahasa. Hanya bahasa pula yang bisa menggambarkan Allah. Buku ini mau mengajak kita kembali ke bahasa yang satu itu, bahasa yang menuju rumah bersama yakni Allah.
Porat Antonius
disusun TEAM BHSO KOCARKACIR.
Comments
Post a Comment