Kesalahan itu manusiawi. Tetapi manusia tidak sama dengan kesalahan. Dengan demikian kesalahannya diterima karena manusiawi, tetapi orangnya jangan ditolak. Demikian juga sebenarnya dengan hukuman mati, kesalahannya tetap dihukum karena manusiawi, tetapi manusianya tetap diberi kesempatan untuk hidup agar aspek positif pada dirinya yang lupa diekspresikan, mendapat waktu dan kesempatan pada sisa hidupnya, minimal kepada orang dekat yang mengasihinya atau yang dikasihinya.
Dunia cenderung lupa akan kenyataan atau - dapat dikatakan - kebenaran seperti ini. Manusia sedikitnya gabah dalam mengambil sikap terhadap manusia dan kekeliruannya. Manusia memberi penilaian cenderung berkonsentrasi pada kekeliruan daripada pada manusia nya, hingga akhirnya mencampuradukkan dengan menghukum kekeliruan dan manusianya . Bahkan sampai membunuh manusia lain hanya karena kekeliruan yang dibuatnya.
Orang beriman diberikan pengajaran bahwa Allah setia mengasihi manusia di satu sisi dan manusia yang memberontak di sisi Lainnya. Allah setia dalam kasihNya. Apapun reaksi manusia atas kasihNya, Allah tetap setia. Allah setia kembali ke dalam tubuh Yehezkiel agar tubuh Yehezkiel dipakai untuk mengingatkan umat yang keliru - dengan melakukan pemberontakan. Yesus juga hadir menunjukkan kesetiaan yang sama dengan kembali ke tempat asalNya dan setia mengajar, menunjukkan mukjizat, dan menyembuhkan orang meskipun akhirnya ditolak.
Allah yang setia dengan kasihNya tidak menolak manusia yang memberontak. Yesus juga tidak membenci yang menolakNya atau tidak membenci orang yang tidak mengakui keilahian Yesus. Yesus tetap setia dengan misi kasihNya, dengan menyembuhkan beberapa orang sakit. Itulah gambaran tentang Allah yang setia dengan kasihNya.
Peristiwa penolakan atas Yesus sebenarnya merupakan gambaran tentang sikap manusia atas kasih Allah pada umumnya. Orang beriman diingatkan bahwa Allah itu setia dan Allah selalu hadir bersama manusia tanpa mempedulikan kondisi dan situasi manusia. Paulus menunjukkannya. Ia menyadari bahwa kasih Yesus bersamanya dan menyadari pula bahwa kasih itu menjadi kekuatannya. Karena beriman secara demikian, maka akhirnya Paulus mampu bermegah dalam kehancuran tubuhnya disebabkan aniaya siksa dan sebagainya.
Ketika orang beriman tahu bahwa Allah setia mengasihi manusia tanpa memperhitungkan sikap dan respon manusia atas kasihNya, masihkah orang beriman ragu atas kasih Allah? Bacaan minggu ini menegaskan satu hal yang jelas : bahwa Allah selalu dan tetap setia mengasihi manusia. Bila Allah demikian, maka manusia tidak perlu melarikan diri bila terlanjur keliru dan bertindak sebagai pemberontak. Demikian pula ketika bertemu orang lain, tahukah manusia akan identitas seseorang dalam hubungannya dengan Allah? Manusia hanya mampu membaca tubuh atau yang melekat pada tubuh seperti gelar, tanda pangkat, warna kulit dan sebagainya. Tidak banyak manusia yang mampu membaca orang lain dalam hubungannya dengan Allah. Orang beriman diharapkan dengan bantuan Allah dapat membedakan dan memisahkan kekeliruan dari orang - yang melakukan kekeliruan. Kekeliruan dihukum tetapi orangnya tidak dihukum. Semua manusia keliru. Hari ini giliran saya yang keliru, besok giliran yang lain. Ikutilah cara Allah yang terus mengasihi manusia walaupun manusia keliru bahkan bersalah dengan sengaja.
Cuplikan dari Buku Eksegese Orang Jalanan, karya Porat Antonius
Lebih lengkap lagi dapat dibaca di
Buku Eksegese Orang Jalanan Tahun Liturgi B, Buku Jilid 2
Comments
Post a Comment