Skip to main content

Orang Beriman : Diutus Sebagai Apa? - Minggu ke 15 Tahun B

 Banyak orang tidak dengan sungguh-sungguh menyadari arti kehadirannya di dunia ini. Untuk apa aku berada di dunia ini? Kalau pun menyadari, Banyak yang berfokus pada : hanya hadir untuk menjadi manusia yang hidup di dunia dan akan mati menjadi debu tanah. Tidak banyak manusia yang menyadari diri sebagai utusan Allah bagi dunia atau bagi sesama manusia. Situasi seperti ini mudah-mudahan hanya terjadi pada yang tidak beriman.  Sebaiknya orang beriman  menyadari bahwa kehadirannya lebih dari sekedar untuk dirinya sendiri. Kehadirannya untuk orang lain. Salah satunya adalah menguduskan orang lain. Dengan kata lain : kehadirannya merupakan perpanjangan tangan Allah untuk menguduskan orang lain, terutama yang belum mengenal Allah.

Bacaan pada minggu ini pada intinya berbicara tentang kasih Allah yang menguduskan manusia dan tugas perutusan manusia untuk menguduskan sesama manusia. Upaya Allah untuk menguduskan manusia tidak pernah berhenti . Allah memilih manusia sebagai utusanNya untuk menguduskan sesama. Ketika sesama manusia menolak, Allah mengutus Yesus untuk menguduskan manusia. Manusia yang dipilih Allah sebagai utusan tidak diutus begitu saja, Yesus menyertai mereka dengan kekuasaan.

Orang beriman adalah orang yang yang menerima pewartaan dan percaya pada pewartaan. Orang beriman adalah orang yang sudah dikuduskan Allah dan telah dimateraikan dengan roh kudus sebagai anak-anak Allah. Tugas perutusan setiap orang beriman sama dari sediakala. Orang beriman harus bernubuat dengan cara bertindak suci dalam kehidupan sebagai jalan hidup utama seperti misalnya : jujur, sederhana atau bersahaja, sabar, Setia, tidak bersungut-sungut, rela berkorban di semua tempat. Semua ini adalah contoh tindakan suci dalam hidup yang diharapkan terjadi dalam keseharian orang beriman.

Orang beriman juga diharapkan mewartakan Injil dalam tugas perutusannya. Tugas pewartaan itu tidak hanya dalam arti pergi jauh dari anggota keluarga dan menjadi pewarta di negeri yang jauh atau naik ke mimbar dan menjelaskan Injil. Tugas pewartaan lain yang penting bahkan yang utama dan menjadi utusan setiap orang beriman yaitu : menunjukkan sikap hidup yang kudus sebagai anak Allah yang dimateraikan dengan roh kudus di tempat tinggalnya sendiri-sendiri - setiap hari. Orang yang kudus, secara sederhana dapat dikatakan sebagai orang yang hidupnya bersahaja, setia, menerima diri apa adanya dengan sukacita. Semua ini akan nyata sebagai energi yang menyembuhkan dan membebaskan manusia dari masalah yang tidak perlu setiap hari. Amos dalam bacaan pertama merupakan contohnya.

 Kesederhanaan sebagai salah satu ciri Kudus itu bukan soal mewah dan dekat dengan kekuasaan, materi juga bukan sebagai penguat kekudusan. Hidup Kudus adalah kebersahajaan karena kebersahajaan yang hampir identik dengan kekurangan merupakan gerbang masuknya kekuatan Allah sebagai sumber kekudusan. Materi justru sebagai penghalangnya. Kesederhanaan / kebersahajaan merupakan gerbang bagi Allah untuk melengkapinya dengan yang dari surga yaitu : kekuatan untuk mengusir roh jahat dan menyembuhkan orang sakit. Mewartakan Sukacita atau hidup sebagai orang yang bersukacita di mana saja adalah pewartaan Injil yang hidup karena Injil adalah kabar Sukacita.

Tugas perutusan mengusir roh jahat tidak hanya dalam arti kemampuan mengusir setan atau roh jahat dari yang kerasukan setan. Mengusir roh jahat itu dalam arti hidup sebagai model manusia yang tidak berdosa atau hidup sebagai orang yang yang di dalam dirinya mengandung Roh Kudus. Contoh tindakan menguduskan orang lain misalnya menghibur orang yang bersedih dengan sukacita itu sama dengan menyembuhkan, menolong orang yang miskin sama juga dengan menyembuhkan penyakit kemiskinan, memberi makan kepada yang lapar sama dengan menyembuhkan sakit lapar, memberi pencerahan tentang kebenaran dan kebaikan adalah menyembuhkan orang lain dari penyakit kebodohan.

Dengan demikian setiap orang beriman adalah orang yang dikuduskan Allah dan diutus ke dunia untuk menguduskan sesama manusia yang belum mengalami kesatuan dengan kekudusan Allah atau yang belum sembuh terdaftar sebagai anak Allah. Dengan tampil sebagai orang yang hidup tanpa dosa atau minimal dengan dosa yang kecil setiap orang sudah menjadi orang yang mampu mengusir roh jahat dari dunia. Dengan membebaskan orang lain dari kesulitan hidup, orang beriman sudah menjadi utusan Allah yang sukses. Itulah tugas perutusan setiap orang beriman. Mulailah dari rumah dan dari hal yang kecil dan sederhana 1 saja setiap hari. Lama-lama menjadi satu lembaran hidup kudus.

 

Cuplikan dari Buku  Eksegese Orang Jalanan,  karya Porat Antonius 

Lebih lengkap lagi dapat dibaca di Buku Eksegese Orang Jalanan Tahun Liturgi B, Buku Jilid 2

 

_edian_

 

 

Comments

Popular posts from this blog

DAMAI itu DAM – AI (I in English) - BHS Klaten (Part2) - 25 Mei 2025

Apakah Damai ada padamu? Pertanyaan renungan Opa mengawali aktivitas ngopi pagi di BHS SKK Klaten. Pertanyaan ini memperlihatkan pentingnya damai yang pasti sudah sangat sering didengar baik dari mimbar agama maupun mimbar kehidupan lainnya. Damai memang menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita baik sebagai pribadi dalam keluarga, komunitas keagamaan maupun komunitas social dan komunitas kategorial lainnya. Kali ini Opa menjelaskan damai dari dan dalam ritus agama dan terlebih pada ritus kehidupan.  DAMAI DALAM RITUS HIDUP. Ritus keagamaan bagi banyak dari kita sudah dilakukan secara sungguh-sungguh. Meskipun demikian ritus agama terbatas. Ritus yang tidak terbatas justru ada dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sendirian pun ritus hidup tetap berlangsung.  RITUS DAMAI DALAM BERPIKIR. Ketika berpikir ritus hidup tetap terjadi, saat itu kita bisa memandang ke dalam diri , apakah dalam berpikir damai ada dalam pikiranmu. Kalau pikiranmu berisi kecemasan maka kedamaian tida...

TEMPUS ET SPATIUM ATAU SPACE AND TIME - BHS Klaten (Part 1) - 24 Mei 2025

Satu Kebenaran yang diakui dan diterima oleh semua pemikir dari dahulu kala adalah Tempus dan spatium. Kedua hal ini bahkan diterima sebagai Rahmat tertua dan karenanya diterima sebagai kebenaran tertua hingga sekarang. Spatium dan Tempus atau space and time adalah dasar dari segenap kebenaran lain karena seluruh peristiwa hidup yang lain terjadi di atas space and time. Dengan kata lain space dan time adalah fondasi seluruh kebenaran tentang manusia. Siapa yang menggunakan space dan time sesuai  dengan hakekatnya sebagai dasar maka dia hidup. Manusia sudah cukup berhasil menggunakan space. Dia membagi space sesuai fungsinya walaupun amburadul. Jika kita berhenti pada kelihaian membagi space maka kita baru masuk ke Sebagian kecil dari Rahmat. Rahmat yang terbesar ada pada time/tempus.  TEMPUS, NON SPATIUM, GRATIA EST.  Karena Rahmat terbesar ada pada tempus maka kita paham bahwa Tempus, non spatium, gratia est atau sering disingkat Tempus Gratia Est – Waktu adalah Rahmat. ...

Menuju Kesaktian Jiwa - NMCC - 3 Mei 2025

Semakin dan terus bertumbuh menjadi ciri Komunitas SKK terlebih setelah merayakan Syukur atas HUT  ke 18. Bergerak dari upaya, terus menyehatkan jiwa yang berperan sangat vital dalam menyehatkan tubuh (Corpus Sanum in Menten Sanam) menuju Kesaktian Jiwa dalam membangun candi-candi kehidupan (Opa membandingkan dengan kesaktian Bandung Bondowoso ketika membangun 1000 candi). Beberapa Upaya menumbuhkan kesaktian jiwa yang akan terus diperjuangkan komunitas SKK seperti terlihat nyata pada perjuangan untuk 1. Makan sekali sehari. Kekisruhan yang terjadi pada pagi hari karena persoalan makan bahkan Opa mengatakan bahwa dosa paling banyak terjadi pada pagi hari karena sibuk mengurus makan dan minum. maka dosa pagi akan hilang seirama berkembangnya pola makan sekali sehari. Orang tidak lagi ribut dan rebut soal makan di pagi hari. Ada banyak waktu dan ruang untuk berbuat sesuatu yang lebih bermakna demi pertumbuhan kesaktian jiwa dari pada sekedar meributkan makan dan minum semata. Makan...