Dalam relasi antar manusia, ketika seseorang meminta, maka yang lainnya berada dalam posisi memberi atau berkewajiban memberi. Biasanya yang melayani permintaan nya dikategorikan sebagai murah hati, sedang yang tidak memberi dikategorikan sebagai pelit atau kikir. Agar tidak dianggap pelit, yang gagal memberi biasanya meminta maaf supaya relasi tidak terganggu. Manusia selain berelasi dengan sesama dan dengan dunia juga berelasi dengan yang Maha Kuasa. Relasi ini sebenarnya yang mengantar manusia melampaui binatang, yang hanya sebatas berelasi dengan yang berada di bumi. Ketika berelasi dengan yang Maha Kuasa, manusia cenderung menggunakan perspektif yang hampir sama seperti yang dilakukannya dgn sesama di bumi. Hal tersebut lumrah adanya. Berdasarkan kebiasaan seperti itu, maka banyak manusia saat membaca teks kitab suci yang antara lain berisi permintaan atau perintah juga dibaca secara duniawi sebagai permintaan atau perintah dalam perspektif manusia. Manusia dipahami sebagai - berada dalam posisi - memberi kepada Allah sesuai yang diminta atau untuk melayani Allah. Banyak manusia yang tenggelam dalam perasaan tidak layak karena gagal memenuhi permintaan Allah. Dalam Liturgi tobat misalnya, ditunjukkan dengan wajah bersedih atau wajah bersalah atau bahkan ada juga yang merasa tidak sanggup melakukannya karena merasa tidak layak dihadapan Allah. Ada juga yang mengundurkan diri dari beriman pada Allah karena merasa tidak layak memberi. Bacaan kitab suci pada Minggu ini hadir untuk lebih jelas menggambarkan permintaan dan perintah Allah kepada manusia dalam perspektif Allah. Bukan dalam perspektif manusia. Perspektif manusia itu seolah-olah Allah meminta pada manusia sebagai syarat manusia memperoleh sesuatu dari Allah. Ketika Allah memberikan lebih - dalam kelimpahan - bahkan sampai memberikan anakNya sendiri - dan ketika kemuliaan Yesus sebagai anak Allah sudah ditunjukkanNya di atas gunung, dan kebangkitan dengan Mulia sudah terjadi maka adakah alasan manusia untuk tidak percaya pada Allah bahwa Allah akan menganugerahkan manusia kelimpahan yang sama seperti yang terjadi sebelumnya? Dari ketiga bacaan pada hari Minggu ini orang beriman ditunjukkan bahwa Allah itu benar-benar maha murah : Allah sungguh murah hati. Dalam hidup sehari-hari : rahmat Allah akan berlimpah dengan versi yang berbeda , bila manusia dengan tekun mengikuti permintaan atau perintah Tuhan. Contohnya Jika Allah meminta manusia untuk saling mengampuni saudaranya yang berdosa, maka jika orang melakukannya dengan tulus, akan mendapatkan rahmat berlimpah, misalnya dalam bentuk hidup damai dan sukacita Bersama saudara dapat bekerja bersama saudara dalam damai dan sukacita dalam setiap situasi. Kekeliruan pertama : manusia dalam memahami kitab suci antara lain yang pertama adalah dalam cara pandang manusia terhadap teks kitab suci. Manusia cenderung memandang kitab suci sebagai kisah kasih Allah belaka bukan kisah kasih Allah dalam pengalaman manusia. Artinya manusia cenderung mengejar pengetahuan tentang Allah, pengetahuan tentang kasih Allah. Pengetahuan itu tetap penting, namun pengetahuan tersebut baru satu sisi dari beriman. Harus lebih dilengkapi dengan tindakan sesuai iman yang menghasilkan buah iman : melalui tindakan, terutama yang buahnya dinikmati orang lain. Kekeliruan yang kedua adalah ketika membaca pesan perintah atau permintaan itu dibaca sebagai syarat untuk mendapatkan rahmat Allah. Akhirnya dianggap sebagai beban. Manusia menjadi enggan melakukannya apalagi bila merasa diri tidak layak di hadapan Allah. Lain halnya bila manusia membaca kitab suci sebagai yang berisi pengalaman Iman manusia yang mengalami kasih Allah yang berlimpah. Orang beriman akan teguh percaya bahwa kecerdasan beriman itu terutama mengikuti perintah atau ajakan Allah bukan untuk memberi kepada atau melayani kehendak Allah, melainkan menerima dari Allah. Karena Allah itu tetap sama dan sama pula kesetiaanNya. Dari dulu rahmat Allah itu tidak pernah memilah. Permintaan Allah atas manusia itu, adalah taktik Allah untuk menyadarkan manusia agar menerima dalam kelimpahan, maka permintaan itu tidak sebagai syarat yang memberatkan manusia. Manusia dengan sendirinya akan menerima nya sebagai kesempatan dan titik permulaan dari seluruh Rahmat yang mengalir sesudah menerima perintah dan melakukannya . Percayalah bahwa Allah itu maha murah tidak menuntut yang rumit serumit pikiran manusia. Yang mengikuti ajakan Allah untuk menghindari makanan tertentu, akan jauh lebih sehat, lebih produktif, lebih bersukacita dan hidup berkecukupan karena tidak lagi membelanjakan uang untuk makanan yang menyebabkan sakit atau untuk membayar dokter atau obat-obatan. Jika Allah saja demikian , siapakah yang berani melawan kita? Penyakit pun tidak, karena virus tahu bahwa Allah berpihak pada kita dan kita mengikuti perintahNya. Bukankah itu artinya hidup dalam kelimpahan kasih Allah berkat mengikuti permintaan atau perintahNya.? Setelah melakukannya, tidak perlu menghabiskan waktu dan tenaga untuk berpikir atau menganalisa : jenis rahmat yang akan dianugerahkan Allah. Itu urusan Allah. Rahmat Allah itu akan datang dalam perspektif Allah. Rahmat datang juga tidak dalam waktu dan ukuran manusia. Rahmat itu akan datang pada waktu yang tepat dalam ukuran Allah, sesuai kebutuhan manusia. Ikutilah perintahNya dan lakukan saja , nikmati buahnya sejak dari dunia ini. Allah Setia melimpahkan rahmat dan tetap setia sampai selama-lamanya.
Cuplikan dari Buku Eksegese Orang Jalanan, karya Porat Antonius
Lebih lengkap lagi dapat dibaca di
Buku Eksegese Orang Jalanan Tahun Liturgi B, Buku Jilid 1
_edian_
Comments
Post a Comment