Kita baru saja merayakan BHS SKK ke 18. Perayaan yang seyogyanya tidak saja merupakan perayaan Syukur atas Rahmat besar ini melainkan juga menjadi momentum naik kelas. Sore ini Opa memulai dengan pertanyaan sudahkah membaca ‘Manajemen Mengeluh?’ Pertanyaan ini sekaligus menjadi pengingat bagi kita bahwa pesan yang Opa sampaikan itu (khusus pesan tentang manajemen mengeluh ini susah payah dicari Pak Mans hingga ketemu rekamannya dan akhirnya bisa hadir di hadapan kita dalam bentuk tulisan) perlu dibaca, dicerna berulang-ulang agar bermakna bagi pengelolaan Kesehatan jiwa kita. Opa sore ini memberi pesan berkaitan dengan usia Komunitas SKK yang sudah seharusnya tidak lagi berada pada level dasar saja. Komunitas SKK sudah harus naik kelas dalam beberapa aspek:
NAIK KELAS KESADARAN.
Kesadaran akan pelanggaran hingga saat ini masih berkutat pada pelanggaran level fisik terutama pelanggaran racun makanan. Kesadaran pada level jiwa belum begitu kuat. Marah, malas mendengarkan orang, lebih sibuk mengajar orang dari pada mengajar diri sendiri itu juga melanggar, yaitu melanggar kebaikan jiwa. Berpikir negative tentang diri dan orang lain, marah, cemburu, cemberut, belum lagi mengeluh sendiri, tidak sabar, tidak setia. Semua itu adalah racun jiwa yang belum sepenuhnya disadari sebagai pelanggaran. Yang kuat dalam diri kita kesadaran akan racun tubuh. Racun tubuh saja masih dilanggar maka kesadaran akan pelanggaran racun jiwa pasti terhambat.
Waktu 18 tahun adalah waktu kita belajar adalah waktu kita masih sekolah. Kita sekolah dari TK hingga ‘S2’ selama 18 tahun. Karena masih sekolah maka kita masih dibantu, dikoreksi terus menerus, gurunya mendengarkan kemudian mengoreksi lagi. Jika sudah selesai sekolah pertanyaannya siapakah yang mengoreksi? Diri sendirilah yang seharusnya mengoreksi. Ketika sekolah dulu kita kerjakan sesuatu kemudian dikoreksi dan dinilai guru. Setelah 18 tahun kita sudah seharusnya sampai pada tahapan kelulusan pertama dalam menjaga makanan yang menjadi racun tubuh. Kita tidak lagi dikoreksi, bahkan karena kita sudah lulus kita berhak mengajar. Kita menjadi guru bagi anggota komunitas yang baru. Contoh sederhananya menjelaskan kalau sudah tercampur begini tidak boleh, dsb. Kalau kita sudah menjadi guru terus siapa guru kita? Ini menunjukan kedewasaan. Kedewasaan itu ditunjukan secara nyata dengan menjadi guru bagi diri sendiri. Kita harus terus belajar mengoreksi diri di dalam racun jiwa sambil terus memurnikan racun tubuh. Ketika kita gagal, tugas Opa terhadap yang lama bukan lagi sebagai guru karena sudah selesai sekolah, kita adalah rekan guru. Bayangkan waktu Opa habis untuk mendampingi yang tua dalam pelanggaran fisik.
NAIK KELAS DARI MURID MENJADI REKAN GURU
Ketika sudah lulus sekolah selama 18 tahun maka kita tidak lagi murid. Level kita sudah naik menjadi rekan guru. Karena level rekan guru maka levelnya level diskusi. Oleh karenanya dalam pelayanan BHS sekarang kita tidak lagi berbicara tentang racun makanan. Opa membawa makalah, sebagai contoh bacalah tentang manajemen mengeluh. Di sini sudah sama dengan seminar. Tidak lagi ada control tentang keberhasilan mengelola keluhan. Paling tidak kita sudah belajar bagaimana seharusnya. Karena sudah sesama guru, kita membantu yang lain dari hasil seminar ini. Sebenarnya kita sudah banyak sukses. Jangan berpikir sukses seperti Tuhan Yesus. Maka doa kita adalah DLL, DENGAR, LAKUKAN, LAPORKAN . Bagi Yesus laporannya adalah laporan keberhasilan, sementara kita laporannya tentang kegagalan, maka laporannya ke Allah bukan lagi ke Opa. Karena itu ketika kita ada gangguan bukan lagi bertanya ke Opa, tetapi bertanya ke diri sendiri racun tubuh dan racun jiwa mana yang kita langgar. Setelahnya baru kita berdoa dan melaporkan kepada Tuhan karena kita sudah diberi tau oleh *Roh. Misalnya kita sadar… ooohhhh tadi saya kesal sekali dengan seseorang makanya kepala terasa berat, maka doanya lapor ke Tuhan … Tuhan saya sudah bersalah hari ini, bahwa saya kesal dengan orang, misalnya. Dengan demikian kita sudah dibantu untuk diangkat, paling tidak kita mengangkat beban sendiri. Sehingga kita sudah sampai pada level tidak lagi menambah beban pada Opa. Sehingga beban Opa beban yang *sifatnya spontanitas dalam perjumpaan, misalnya…yaaa… kini masih gemuk ini. Atau orang yang mengatakan. saya sudah makan sedikit Opa, itulah tugas Opa membantu meluruskan ukuran sedikit atau banyaknya kebutuhan seseorang. Ukuran banyak bagi kita umumnya itu yang ada di luar tubuh kita, di piring misalnya. Di piring sepertinya sedikit, tetapi sekarang sebenarnya ukurannya di dalam yaitu perut. Untuk orang tertentu ukurannya kalau boleh jangan sampai ada rasa kenyang misalnya. Karena ukuran lebih untuk ibu pada rasa kenyang misalnya. Pada yang lain berbeda lagi ukurannya. Tradisi ukuran kita banyak sedikit pada ukuran di luar bukan pada tubuh. Seperti begini tugasnya Opa. Sekarang kita sudah diberi tahu, jadi kita paham bahwa ruang kosong dalam tubuh akan diisi oleh lemak-lemak yang masih tertimbun. Maka cadangan itu yang dipakai, ibarat barang lama yang tidak dipakai akan menjadi kedaluwarsa dan mengganggu. Sampah itulah yang harus dipakai ketika ada ruang kosong dalam tubuh. Mari terus berjuang menjadi guru minimal bagi diri sendiri. Kita menjadi guru bagi orang lain tentang kebenaran. Untuk siapa saja yang mengajarkan kebaikan dan kebenaran tentang Allah yang telah kita terima seharusnya ada endapannya untuk diri sendiri agar endapan itu akan bercahaya bagi orang lain. Endapan kehidupan kita perlahan-lahan mengajarkan orang lain (Silent Teaching) mengikuti cara hidup kita. Di situlah kita bertumbuh menjadi guru dengan mengajar orang lain tanpa kata karena kita mengendapkan seluruh yang kita terima dan lakukan selama ini. Pengalaman Opa dan kita dengan konsisten hidup dalam cara ini mendapatkan pujian dari orang lain. Mau pujian tulus atau tidak, kita menerimanya sebagai pujian karena kata itu yang kita dengar. Opa menerimanya sebagai pujian, apalagi kita, seharusnya demikian tanpa menghakimi pujian orang dengan berkata itu pura-pura atau tidak tulus. Opa yang tahu persis tulus atau tidaknya, kita yang tidak tahu, cukup ambil positifnya saja. Kalau pun dia mencela kita, itu artinya, cahaya kita sudah mengganggu kegelapannya sementara kita tidak tergoyah sedikit pun dengan kegelapannya. Artinya celaan itu menjadi terima kasih kita bahwa cahaya kita sudah mengganggu dan kita tidak terganggu oleh kegelapannya. Contoh sederhananya ketika mereka makan banyak pun kita tidak terganggu dan tergoda, sementara kita cuma makan pisang sendiri malah mengganggu dia. Kenapa mereka terganggu…itulah mulianya Cahaya. Kalau kegelapan sifatnya menyerang. Kita diingatkan kembali akan gambaran sifat setan dalam Homo Mamalibus adalah FIGHT kalau dia kuat, FLIGHT kalau dia lemah, FREEZE kalau dia terpojok. Terang itu bagi kegelapan itu sangat menyiksa, sementara terang tidak bermaksud demikian. Banyak orang masih terjebak pada enak yang egoistik. Bahwa sudah capai kerja saatnya menikmati hasil kerja yang enak, setelah mendapatkan segalanya kenapa justru tidak dinikmati. Itulah enak yang egoistik. Belum lagi kita bicara enak secara biblis. Bahwa sudah cukup enak bagi diri sendiri yang dibagi. Itu enak biblis. Kita masing sering mengumpulkan enak. Dan ciri manusia demikian manusia Binatang, dia kenyang dulu baru dia lepas. Begitu kelebihan enak kita gandakan bagi sesama, itulah enaknya biblis. Itulah seminar kita karena kita sudah naik kelas. Mari terus berjuang agar kita beralih dari murid kepada rekan guru minimal bagi diri sendiri.
Porat Antonius
NB:
Baca dan Hayati pesan Opa Anton ini dengan Segenap hati utk dijalankan dalam hidup keseharian agar benar2 sehat jiwa dan badan.
TEAMBHSKOCARKACIR.👍❤😀
Niko Boleng
Comments
Post a Comment