Ilmu pengetahuan memahami bahwa lingkungan alam terhubung dengan manusia. Bentuk-bentuk hubungan itu dikaji dan dijadikan pelajaran mengenai bagaimana seharusnya manusia membina relasi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam bentuk yang lebih konkrit, wujud relasi itu dinyatakan melalui tindakan menanam pohon, mengelola sampah, mengurangi plastik, mengurangi penggunaan energi fosil, dan seterusnya. Tindakan-tindakan semacam ini sering pula didukung oleh pengembangan inovasi dan teknologi agar manusia lebih hemat dan lestari terhadap alam. Semuanya itu adalah ekspresi kesadaran manusia sebagai buah dari kecerdasannya membaca dan memahami alam.
Namun, lebih dari sekedar ilmu pengetahuan, kesadaran yang seharusnya dimiliki manusia adalah bahwa dirinya dibentuk dari alam dan kembali kepada alam. Kesadaran ini adalah kesadaran eksistensial yang muncul karena panggilan iman bahwa manusia diciptakan Tuhan. Seperti dituturkan dalam Kitab Kejadian yang menjadi pegangan agama-agama Samawi, cinta Tuhan0 terhadap manusia dinyatakan melalui kekayaan lingkungan. Allah menciptakan
burung-burung, binatang di darat, laut, sungai, dan semua isi jagat raya untuk menjadi sahabat manusia.
Kesadaran yang demikian ini menempatkan alam sebagai wajah kasih Allah. Alam adalah epifani Allah. Ia menyediakan makanan dan kondisi yang memungkinan untuk manusia hidup. Alam tidak berhenti memberikan susu dan madu, sebagaimana Allah tidak pernah berhenti mencintai manusia. Melalui alam, manusia diingatkan kembali pada cinta Tuhan yang memberikan udara, sinar matahari, air, dan segala isi bumi kepada semua orang, tanpa kecuali. Sebab itu, alam adalah salah satu sahabat setia yang mewakili Tuhan untuk manusia. Dengan memelihara alam, manusia merawat relasi dengan Allah dan merawat dirinya sendiri. Manusia adalah ekologi mikro atau alam semesta mini. Merawat diri harus disertai dengan merawat alam karena keduanya adalah satu kesatuan yang terhubung oleh pencipta yang sama.
Sayangnya, kesadaran manusia modern tenggelam oleh pandangan bahwa manusia merupakan makhluk berakal. Dengan akalnya itu, tiap waktu manusia mempelajari dunia dengan berbagai metode, kemudian diakumulasi menjadi ilmu pengetahuan. Dari pengetahuan itulah manusia menerabas semesta. Manusia mengeksploitasi alam karena ekologi dipandang sebagai obyek atau yang kerap disebut sebagai pendekatan antroposentrisme. Yakni, manusia adalah pusat dari segala sesuatu. Sementara alam adalah objek yang dieksploitasi untuk manusia, sang pusat. Dominasi ilmu pengetahuan membuat perilaku manusia terhadap lingkungan bukan lagi suatu bina relasi, tetapi onar relasi.
Rusaknya alam juga diikuti dengan rusaknya tubuh manusia. Gejolak yang terjadi pada tubuh merupakan cermin dari huru hara yang terjadi pada alam. Alam yang rusak muncul dalam bentuk jenis penyakit yang makin banyak. Tidak mengejutkan bila di negara-negara berkembang banyak sekali jenis penyakit. Karena, banyak investasi kotor negara-negara maju dilakukan di negara-negara berkembang. Akibatnya, manusia di negara berkembang menderita. Sementara di negara maju, manusianya lebih sehat. Tetapi lambat laun kerusakan yang sama juga dialami negara-negara maju. Penyakit yang dialami di negara berkembang juga dirasakan oleh negara maju.
Merawat dunia ini menjadi indah adalah upaya menyatukan potongan-potongan wajah Allah yang jahitannya terlepas akibat perilaku manusia. Ini merupakan ecological mission semua orang beriman. Setiap orang yang percaya pada Tuhan seharusnya adalah orang-orang yang sungguh hati mencintai lingkungan. Karena alam sesungguhnya merupakan epifani Allah yang setia menemani manusia.
Porat Antonius
by : TEAM BHSO KOCARKACIR
halo kak, salam kenal, saya boleh simpan dan share juga pesan2 yang saya belum punya? terima kasih.
ReplyDelete