Masih banyak di antara kita yang keliru memahami makna perayaan 1 Mei. Sebagian ucapan yang masuk ke Opa menyampaikan Selamat Ulang Tahun untuk Opa. Ucapan selamat ultah tidak penting. Perayaan 1 Mei yang sesungguhnya adalah sukacita kesembuhan yang kita alami. Kita mengalami rahmat perubahan hidup. Selama ini kita merayakan kesembuhan itu di tempat masing-masing. Tidak bertemu. Barangkali ada yang sempat berkeliling ke beberapa tempat pelayanan seperti Bali, Bandung, Surabaya, Ruteng, tetapi tidak semua bisa melakukan itu. Di sini, di Mekon kita semua bertemu dan bersatu merayakan cara hidup yang sama, dipersatukan oleh rahmat yang sama. Itulah 1 Mei. Ini harus jadi pegangan bagi kita semua, bahwa 1 Mei adalah satu ekspresi yang mengungkapkan syukur kita karena kita disatukan oleh rahmat yang sama.
Kita tidak lagi keluarkan uang obat untuk ke dokter, laboratorium, dan perawatan medis lainnya. Sisihkan uang itu untuk kita sama-sama merayakan syukur di tempat ini. Sebetulnya, kata “syukur” itu masih kurang. Tidak memadai jika hanya dengan kata-kata. Lebih pantas kata syukur itu dijalankan dengan tindakan. “Do it” atau “duat” (bahasa Manggarai). Karena itu, ketika sudah ada disini, bersama-samalah merayakan hari rahmat ini. Jangan mengeram di kamar. Rahmat itu masih berlangsung.
Reaksi dari rahmat ada dua tipe. Kalau tidak ada yang perlu dirombak lagi pada tubuh kita, yang dirasakan “nyaman”. Kalau masih ada yang perlu dirombak, kita mengalami sakit fisik. Karena itu, jangan sedikit-sedikit mengeluh ketika mengalami sakit. Pengalaman kita selama ini, tiap kali pulang pelayanan, tubuh seperti babak belur. Kenapa demikian. Karena ada perombakan. Sama halnya dengan habis main badminton, kalau badan remuk maka itu artinya masih ada yang perlu dirombak.
Tanggal 4 Mei ini, dalam rangkaian dengan acara 1 Mei, kita akan menyelenggarakan Seminar mengenai Pendidikan Anak di Era Digital. Mereka yang jadi orang tua di jaman digital ini, relasi dengan anak menjadi lebih sulit. Informasi terlalu banyak. Mendidik anak lebih rumit di tengah riuh rendah informasi. Karena itu, kecerdasan orang tua dibutuhkan dalam situasi saat ini. Dibutuhkan kesabaran untuk mengalami perubahan pada anak. Dalam buku “Outliers”, Malcom Gladwell menulis bahwa untuk mencapai skill maksimal seperti memainkan biola atau gitar secara profesional dibutuhkan latihan 5 jam per hari. Perubahan baru terjadi dalam 10.000 jam. Dampaknya baru akan terlihat setelah 34 tahun.
Sejak dari dalam kandungan, anak sudah melek teknologi. Karena itu, orang tua harus cerdas dan tetap belajar. Belajar dengan membaca harus tetap dilakukan. Jangan bersandar pada informasi liar, apalagi dari sumber yang hoax. Belajarlah dari buku. Semua orang tua adalah guru yang menjadi pendidik bagi anak-anaknya. Guru/Dosen hanya mengajari anak orang. Tetapi orang tua adalah guru abadi bagi anaknya. Yang terindah adalah mengajar anak sendiri dan anak orang lain sama baiknya.
Membaca buku membuat kita tidak terjebak dalam simpang siur arus informasi media massa. Isu virus, misalnya. Kita bisa mendapatkan sumber yang lebih dalam dari buku daripada media online.
NIANG MOSE CONVENTION CENTER KUPANG.
TEAM KOCARKACIR
Comments
Post a Comment