Kita semua diminta untuk total mengikuti rahmat ini. Jangan main-main!! Mereka yang tidak total, maka rahmat ini akan hilang dalam sedetik. Masih banyak yang main-main dan telah diberikan kesempatan untuk bertobat tetapi tidak mereka lakukan.
SKK diminta untuk tersenyum 10.000 kali dalam sehari untuk mengambil alih senyuman orang lain yang seharusnya memberikan senyuman itu. Selama isu Covid ini, SKK tidak terbebani dalam menggunakan masker. Kita mengikuti aturan menggunakan masker tetapi bukan karena ketakutan akan Covid tetapi menghargai kewajiban. Di tengah kekekisruhan simpang siur informasi covid yang bikin orang bingung, takut dan cemas, SKK tetap tegar. Masker sesungguhnya untuk SKK bukan menutup mulut tetapi membuka mulut lebar-lebar dengan senyuman lebar. SKK harus bangga. Ikut bagian dalam ketertiban bersama, tetapi tidak ikut ambil bagian dalam kecemasan.
Minggu lalu sudah digambarkan mengenai metode pemeriksaan laboratorium yang ternyata masih banyak potensi kesalahannya. SKK tolong pelajari informasi itu. Bukan untuk menyalahkan orang tetapi supaya kita punya pegangan agar tidak menggantungkan keyakinan pada hasil laboratorium, tetapi pada Allah. Kalau ada orang yang mengajak diskusi, kita bisa pakai informasi itu untuk meningkatkan fondasi rumah kita sendiri. Tidak perlu bertengkar karena diskusi semacam itu.
Beberapa waktu lalu kita mendiskusikan mengenai membangun rumah di atas pasir. Bahkan para penentu kebijakan menganggap semua orang membangun rumah di atas pasir. Tetapi SKK bergeming dengan prinsip yang tidak takut, bahkan terhadap kematian karena sudah membangun rumahnya di atas cadas. Tolong baca kembali bukunya Bpk Susmanto berjudul “Kematian yang Menakjubkan”. Buku itu memberi kesaksian tentang Ibu Yustina yang tetap tersenyum ketika ajal menjemput. Dia tidak takut seperti banyak orang yang takut mati karena Omicron. Kenapa begitu? Karena Ibu Yustina mengisi setiap perjumpaannya secara menakjubkan, di atas wadas KASIH. Ibu Yustina adalah contoh orang yang membangun hidupnya di atas cadas dan memasuki kehidupan barunya dengan sukacita. Karena dia telah meninggalkan kehidupan terindah dalam hidupnya. Buku itu memberikan contoh figur bahwa dalam keadaan sakit, Ibu Yustina tetap sukacita. Sukacita yang sama menunggu dia untuk memasuki kehidupan sukacita abadi, yang melampaui sukacita di bumi. Sukacita yang dia tinggalkan itulah wadas kehidupannya.
Bagi yang hidup di atas pasir, mereka melihat kematian sebagai bencana yang tidak terjawab. Bagi SKK dan mereka yang membangun kehidupan di atas wadas, ketika waktunya meninggal dunia, kita yakin memasuki sukacita yang lebih besar dari yang kita terima di bumi ini. Karena itu, seperti halnya Ibu Yustina orang yang membangun rumahnya di atas wadas tetap hidup sukacita dan meninggalkan senyuman ketika rantai pernapasannya berhenti dengan dunia dan menyambut pernapasan baru dengan Allah. SKK jangan goyah!!
Kematian tidak ditentukan oleh penyakit apapun. Mungkin kita mati melalui cara itu tetapi bukan penentu kita mati. Tetapi ilmu tidak adil dalam menilai kematian. Kalau karena penyakit, kematian dibesar-besarkan dan dipelajari bertahun-tahun. Namun kematian karena kecelakaan, tidak didiskusikan dalam ilmu medis. Padahal kategorinya sama-sama kematian dan semua orang tahu bahwa kecelakaan adalah salah satu ancaman bagi kehidupan. Tetapi faktor ini tidak didalami oleh medis. Sebaliknya, kematian karena virus yang hanya diketahui segelintir orang, dibesar-besarkan. Pertanyaannya, ada apa di balik cara berpikir seperti ini.
Kita tegaskan sekali lagi disini bahwa bagi SKK, kematian itu sebenarnya tidak ada. Kata kematian seharusnya dihapuskan dari konsep keyakinan kita. Dalam Gereja Katolik, mungkin di agama lain juga ada, sudah ada doktrin dan ajaran iman yang diperdengarkan berulang-ulang dalam ritual pelepasan orang meninggal, bahwa hidup ini hanya diubah, bukannya dilenyapkan. Sayangnya, banyak biarawati yang lebih takut mati daripada yang tidak memilih membiara. Bersyukurlah SKK, karena kita ditempatkan Tuhan di atas bangun rumah bercadas di muka bumi. Tuhanlah yang membangun rumah itu untuk kita. Karena itu, anggota SKK tersenyumlah selebar-lebarnya, minimal selama kita berjumpa di antara kita sebagai anggota SKK.
Diskusi
Mengikuti SKK bukan hanya mencari penyembuhan tetapi juga membangun karakter yang menyiapkan biduk kita menghadapi gelombang dunia ini agar aman menuju kehidupan abadi. Karena itu, selama hidup di dunia ini rajinlah mendalami dan mencintai kebenaran. Membaca adalah memberi makanan jiwa karena melalui bacaan kita diajak mengenal banyak kebenaran dan lebih halus dalam memahaminya. Orang yang sedikit membaca kehilangan cara untuk mengekspresikan kebenaran, sehingga seringkali menunjukkan perilakunya dengan marah-marah dan mengomel. Mereka miskin kata-kata karena tidak melatih diri untuk memperbanyak perbendaharaan kata melalui membaca. Karena itu, baca kembali buku-buku kita. Supaya menjadi sandaran dlm berhadapan dg kebenaran dunia ini.
TEAM BHSO KOCARKACIR.
Comments
Post a Comment