Tahun 2022 adalah tahun rahmat. Ini tidak berarti tahun sebelumnya bukan tahun rahmat. Tetapi tahun ini menjadi special bagi SKK.
Rahmat itu turun ibarat hujan rintik-rintik. Kenapa, ia turun rintik-rintik? Ia turun rintik-rintik, supaya kita berkesempatan untuk menyerapnya.
Rahmat hanya cocok dengan kebaikan. Apakah kita sudah menjadi menjadi manusia yang baik?.
Untuk menjadi manusia yang baik, kita sudah memiliki panduan. Ada tujuh buku “Eksegese Orang Jalanan” yang sudah kita miliki sebagai ajakan supaya kita tumbuh menjadi manusia menurut ukuran dari “atas”. Manusia yang baik menurut ukuran dari “atas”. Apakah kita sudah membaca seluruh buku itu? Sudahkah dibaca berulang-ulang seluruhnya? Apakah kita sudah melakukannya/mengamalkannya?
Tiga tahun yang lalu. Kita menerbitkan buku tentang “Vertikalitas Otak”. Buku ini menggambarkan potensi yang diletakan Tuhan dalam otak kita. Ada potensi untuk hidup yang sangat dasar yaitu makan, minum, bernapas. Pada usia tertentu potensi ini sangat mendasar untuk pertumbuhan. Usia pertumbuhan sampai dgn 23 tahun. Konsentrasi kita secara vegetative, manusia vegetative.
Setelah usia tersebut, konsentrasi kita tidak lagi secara vegetative, melainkan di atasnya yakni mamalia. Manusia mamalia ditandai dengan cinta terhadap yang sedarah dengan kita, yang sekelompok dengan kita. Kita mencari uang untuk istri, anak, orang tua, saudara. Singkatnya konsentrasi kita pada keluarga kita, pada kelompok kita. Namun, apakah kita hanya sampa pada level ini, level mamalia? Pada level ini, kita memang sudah menjadi manusia. Namun ini tidak cukup.
Buku Vertikalitas Otak menggambarkan satu yang unik pada manusia yang melampaui vegetasi atau tumbuhan dan yang melampaui mamalia yakni otak. Pada manusia, otak sudah diberikan secara besar-besaran 70 ribu tahun yang lalu. Pada manusia sekarang harusnya sudah berkembang dengan sangat baik untuk menjadi mansuia. Manusia yang mencintai sesama manusia secara utuh dan mencintai alam secara utuh.
Jangan sampai otak dipakai untuk membenarkan tindakan seperti binatang. Kalau demikian kita berkonsentarasi pada mamalia. Kita menggunakan otak kita untuk tindakan-tindakan yang egois. Padahal seharusnya, otak dianugerahkan untuk dunia yang lebih luas.
Kalau kita menggunakan otak untuk tindakan egois, kita menggunakan otak untuk berasionalisasi. Kita menggunakan otak untuk membenarkan apa yang salah dan tidak pantas sebagai manusia yang utuh.
Kita sering sekali menggunakan otak untuk rasionalisasi. Contoh, sebenarnya saya mau menulis, tapi sibuk, saya sebenarnya mau berpuasa, tapi lapar. Ini adalah contoh-contoh rasionalisasi. Kita menggunakan otak untuk membenarkan tindakan kita yang keliru. Kita jangan sampai seperti ini.
Ada satu yang lebih tinggi yang harus ada pada orang SKK pada tahun rahmat ini. Kita punya otak untuk hidup sebagai homo deus dan itu harus sudah menjadi satu-satunya pilihan bagi orang SKK, baik yang baru maupun yang lama. Harus tegas dalam membuat pilihan hidup.
Kalau kita tegas untuk hidup menjadi Citra Allah, atau Homo Deus. Maka Otak rasional kita menjadi potensi untuk tegas memilah yang salah dari yang benar, dari yang baik dengan yang tidak baik. Jadi Otak raisonal itu dipakai untuk tahu bahwa malas itu buruk, dan menghentikan yang malas menjadi rajin. Itu sikap tegas. Kalau kita tegas seperti itu, kita tidak perlu berdoa terlalu banyak minta rahamat, rahmat itu turun dengan tanpa doa, melalui sikap yang rajin untuk bekerja. Kita berdoa untuk berkomunikasi bukan untuk minta-minta.
Jadi kita sudah disiapkan, ada buku Eksegese Orang Jalanan dan Vertikalitas Otak. Lalu terakhir kita juga sudah memiliki buku *“Bahasa Rumah Kita Bersama”.
Hal yang paling murah yang kita lakukan untuk menjadi orang baik setiap hari adalah perpuluhan dengan kata-kata. Pakaikalah bahasa untuk menyalurkan rahmat, untuk menyalurkan sucakita dan kebenaran bagi orang lain. Supaya dengan itu orang lain menjadi satu rumah dengan kita, meskipun mereka tidak ikut SKK. Karana kata-kata kita adalah aliran dari bahasa sebagai rahmat.
Kalau kata-kata kita penuh daya untuk membuat orang terseyum maka orang lain akan terseyum, tertawa dan bersukacita. Kalau kita berjumpa dengan orang lain, kita menghasilkan kata-kata yang membuat terseyum. Dia tidak akan melupakan kita.
Sumbangan yang sungguh membahagiakan adalah kata kata-kita sebagai aliran rahmat bagi orang lain. Jadikan persembahka kata-kata yang baik kemanapun kita pergi. Kolekte kita setiap hari adalah kata-kata. Kata-kata kita penuh dengan sukacita. Bertemu dengan konsumen kata-katanya sukacita. Yang membuat kita dirindukan adalah *kata-kata kita.
Jadi kita sudah disiapkan semuanya bagaimana kita menjadi orang baik untuk menyambut tahun rahmat ini. Otak rasional kita adalah potensi untuk hidup sebagai homo deus. Siapa yang tidak menggunakan otak rasionalnya untuk homo deus, otaknya akan diambil kembali untuk orang lain. Kita harus secara aktif untuk mengambil bagian dalam rahmat yang sedang turun ke dunia.
NB.
Bacalah dengan sungguh2 pesan ini sebagai refleksi kehidupan kita sehingga dapat menguatkan iman didalam menjalankan hidup ini di tahun rahmat.
TEAM BHSO KOCARKACIR.
Apakah Damai ada padamu? Pertanyaan renungan Opa mengawali aktivitas ngopi pagi di BHS SKK Klaten. Pertanyaan ini memperlihatkan pentingnya damai yang pasti sudah sangat sering didengar baik dari mimbar agama maupun mimbar kehidupan lainnya. Damai memang menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita baik sebagai pribadi dalam keluarga, komunitas keagamaan maupun komunitas social dan komunitas kategorial lainnya. Kali ini Opa menjelaskan damai dari dan dalam ritus agama dan terlebih pada ritus kehidupan. DAMAI DALAM RITUS HIDUP. Ritus keagamaan bagi banyak dari kita sudah dilakukan secara sungguh-sungguh. Meskipun demikian ritus agama terbatas. Ritus yang tidak terbatas justru ada dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sendirian pun ritus hidup tetap berlangsung. RITUS DAMAI DALAM BERPIKIR. Ketika berpikir ritus hidup tetap terjadi, saat itu kita bisa memandang ke dalam diri , apakah dalam berpikir damai ada dalam pikiranmu. Kalau pikiranmu berisi kecemasan maka kedamaian tida...
Comments
Post a Comment