Setiap hari kita memutuskan banyak hal, mulai dari yang paling kecil sampai yang palig besar. Kemudian kita sungguh-sungguh melakukannya. Misalnya, kita mau minum teh karena percaya teh menyegarkan dan enak. Kita pun memutuskan minum teh. Dalam hal yang negatif pun demikian. Misalnya, orang minum baygon karena percaya bahwa cara itu baik untuk mati. Prinsip dasarnya adalah, kita memutuskan sesuatu karena percaya. Sebenarnya, banyak orang memutuskan untuk bertindak karena percaya bahwa putusan itu baik. Intinya, kita semua bertindak atas dasar keyakinan bahwa kita tahu itu baik.
Tetapi ada satu hal yang kita tahu sebagai keputusan yang baik tetapi tidak sungguh-sungguh kita lakukan, yakni bahwa beriman itu baik. Ini hal yang menarik. Mungkin karena kita pikir bahwa beriman itu disiapkan untuk jelang mati. Karena itu, pada saat mau mati baru menyiapkan diri beriman. Jelang mati, berbagai ritual dan tradisi dilakukan sejalan dengan agama. Barangkali, sebagian kita keliru disitu. Kita berpikir beriman itu adalah untuk kematian.
Sebenarnya kebaikan beriman yang paling besar adalah untuk kehidupan. Misalnya, kita sukacita sungguh-sungguh maka hasilnya juga akan sehat. *Dalam & agama orang Kristen, Injil mengatakan “jangan takut”. Lalu, kenapa kita tidak sungguh-sungguh untuk jangan takut? Kenapa kita tidak sungguh-sungguh berjuang untuk sukacita. Pada bagian lain Injil mengatakan, “Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga..” Sebetulnya, ayat ini mau mengatakan bahwa kita perlu mengambil sebagian sukacita hidup tanpa takut dari burung. Demikian halnya dengan Injil yang mengambil perumpamaan bunga bakung di ladang, kita diajak untuk mengambil kegembiraan seperti bunga itu.
Melalui pertemuan ini, kita diajak untuk sehat melalui bersungguh-sungguh jadi orang beriman. Jangan terjebak menjadi orang yang merendahkan hidup beriman, hanya dengan cara rajin berdoa. Iman dengan cara ini hanya dalam bentuk rajin ke Gereja, rapih, kemudian berdoa juga harus diatur supaya sopan. Kita berpikir itulah bentuk beriman. Padahal beriman yang sungguh-sungguh adalah bersukacita. Orang beriman tidak pernah takut, marah, pura-pura. Sekarang ini, orang beriman dan tidak beriman sama saja. Bedanya hanya dalam ritual doa.
Kalau kita menjalankan iman itu sungguh-sungguh, manfaatnya bukan untuk nanti setelah mati. Tapi sekarang. Paling tidak kalau kita bersukacita sekarang, banyak orang yang mau bersama kita. Kalau tidak takut, kita bisa menguatkan orang lain. Kalau sungguh beriman, tidak takut dengan virus. Dari pengalaman hidup kita, banyak sekali keuntungan yang kita peroleh kalau kita hidup sebagai orang beriman. Misalnya, orang pikir makan 3 X 1, orang beriman cukup makan sekali sehari. Orang lain takut mati karena Covid, orang beriman tidak takut. Orang lain makan segala-galanya karena takut sakit, orang beriman hanya makan yang dibolehkan. Sudah sering kita dengar iman tanpa perbuatan adalah mati. Tetapi tidak hanya itu. Iman tanpa terapan pada akhirnya benar-benar sungguh-sungguh mati.
Saya minta Bapa/Ibu, lakukan iman itu dengan sungguh-sungguh karena beriman itu baik. Yang jadi masa depan kita adalah iman. Dari cara hidup kita saat ini, nanti akan ada banyak orang yang ikut. Dunia akan berubah dari situ. Banyak hal ajaib yang lebih dasyat berlangsung ke depan yang tidak pernah terjadi selama ini.
Testimoni dari dokter Anton, Ibu Lily Theresia, Bpk Ariel, Bpk Niko Boleng, Bpk Ipang
Di kedokteran saat ini ada yang disebut Nutrigenom. Hasilnya adalah analisis apa yang tidak boleh makan ini dan itu, tidak boleh obat ini dan itu. Pemeriksaan ini bisa mencapai 7-8jt. Pendekatan di kedokteran ini sangat mirip dengan model genetic analyzer yang gratis. Penelusuran melalui kedokteran menunjukkan bahwa ilmu pun mendukung pelayanan ini. Badan manusia cocokc-cocokan dengan apa yang masuk. Tubuh punya saringan yang berbeda-beda. Ada yang bisa dihabiskan, tetapi ada yang tersisa jadi sampah. Yang sampah ini menjadi kotoran yang menjadi sakit untuk tubuh.
Komentar balik Opa atas Testimoni.
Sebenarnya apa yang dimakan manusia selalu melalui proses coba-coba. Yang tidak cocok ditinggal. Yang cocok dilanjutkan. Karena itu, dulu awalnya, tubuh manusia adalah laboratorium. Sehingga masa itu masih banyak orang tua yang tidak mau makan sesuatu karena ada reaksi tubuh. Tetapi reaksi tubuh semacam itu tidak lagi diperhatikan karena ilmu pengetahuan masuk dengan mengambil pelajaran dari seluruh dunia. Makanan bukan lagi ditentukan berdasarkan keunikan masing-masing tubuh tetapi menggunakan standar umum dari seluruh dunia. Lebih kacau lagi ketika bisnis masuk. Orang awalnya tidak minum susu, tetapi kemudian dipromosikan harus minum susu. Karena itu, banyak orang yang diabetes atau kolesterolnya naik. Susu tulang dipropagandakan. Padahal kalau diobservasi sederhana, mereka yang tulangnya keropos adalah orang tidak pernah gerak. Di kota penyakit semacam ini banyak karena tidak pernah jalan kaki. Orang yang tinggal di gunung tidak mengalami pembengkakan lutut karena tiap hari jalan.
Selain itu, dalam ilmu pengetahuan, orang mengagungkan seorang penemu. Bukan lagi Tuhan yang dipuja tetapi penemu. Padahal ilmu itu datang terlambat. Semua yang dikatakan sebagai “temuan” itu sudah ada di muka bumi sebelum disebut sebagai penemuan. Misalnya hukum gravitasi, sudah merupakan cara kerja alam sebelum diberi nama sebagai gravitasi.
Namun, ilmu pengetahuan tetap harus dipelajari karena banyak orang di dunia ini yang percaya melalui penjelasan ilmu pengetahuan. Melalui jalan itu pula, kita membawa orang ke jalan yang benar. Di SKK, ilmuwan yang bergabung diminta berdiri di dua kaki karena ilmuwan di SKK akan menjadi contoh untuk menunjukkan model ilmu yang benar yang berdiri di atas iman. Hadirnya para pakar saat ini dalam SKK memang dipanggil untuk menunjukkan model demikian itu.
NB;
Bacalah dgn sungguh2 pesan ini sebagai refleksi kehidupan kita shg dapat menguatkan Iman didalam menghadapi situasi pandemi.
TEAM BHSO KOCARKACIR.
Apakah Damai ada padamu? Pertanyaan renungan Opa mengawali aktivitas ngopi pagi di BHS SKK Klaten. Pertanyaan ini memperlihatkan pentingnya damai yang pasti sudah sangat sering didengar baik dari mimbar agama maupun mimbar kehidupan lainnya. Damai memang menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita baik sebagai pribadi dalam keluarga, komunitas keagamaan maupun komunitas social dan komunitas kategorial lainnya. Kali ini Opa menjelaskan damai dari dan dalam ritus agama dan terlebih pada ritus kehidupan. DAMAI DALAM RITUS HIDUP. Ritus keagamaan bagi banyak dari kita sudah dilakukan secara sungguh-sungguh. Meskipun demikian ritus agama terbatas. Ritus yang tidak terbatas justru ada dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sendirian pun ritus hidup tetap berlangsung. RITUS DAMAI DALAM BERPIKIR. Ketika berpikir ritus hidup tetap terjadi, saat itu kita bisa memandang ke dalam diri , apakah dalam berpikir damai ada dalam pikiranmu. Kalau pikiranmu berisi kecemasan maka kedamaian tida...
Comments
Post a Comment