Skip to main content

Allah Sumber Kasih - Eksegese Minggu Biasa ke -31 Tahun B

Baik orang beriman maupun yang tidak beriman sama-sama saling mencintai satu sama lain. Sebenarnya ada satu hal yang membedakan hal saling mengasihi antara yang beriman dari yang tidak beriman. Perbedaan itu sesungguhnya membedakan mutu kasih juga. Yang membedakan adalah : percaya dan bersandar pada Allah sebagai sumber kasih. Itu hanya terjadi pada orang beriman. Yang tidak beriman hanya bersandar pada pengetahuan manusia sendiri.

Bacaan pada hari Minggu ini menggambarkan kasih yakni mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama manusia sama seperti mengasihi diri sendiri. Ada dua arah kasih itu. Yang pertama kepada Tuhan Allah Yang Esa. Artinya kasih manusia hanya ditujukan kepada satu Allah dan satu Tuhan. Bagaimana mengasih Allah itu? Yakni beriman teguh pada Allah. Menjalankan perintahNya. PerintahNya tertulis dalam kitab suci, lalu selalu belajar mendengarkan suara Tuhan. Jika belum mampu mendengarkan , lakukan apa yang terekam dalam kitab suci dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan. Karena itulah bentuk mengasihi Allah. Yang kedua adalah mengasihi sesama manusia. Sesama manusia itu adalah bagian dari diri sendiri : alter-ego.

Manusia umumnya terdiri atas jiwa dan raga. Mengasihi juga berhubungan dengan jiwa dan raga. Kebutuhan raga atau tubuh dipenuhi dengan baik seperti makanan -  minuman yang baik, tempat tinggal layak atau pakaian yang layak. Demikian juga dengan jiwa , setiap manusia berupaya untuk memberikan yang terbaik untuk jiwanya,  seperti ketenangan, kedamaian, dihargai, diterima dan diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk diri sendiri dan juga untuk orang lain. Itulah artinya mengasihi diri sendiri - namun juga mengasihi orang lain. Jika dilakukan persis seperti itu, maka akan membawa hidup manusia tidak jauh dari kehidupan Kerajaan Allah.

Namun kadang-kadang manusia menjauh dari kasih Allah karena lebih mengasihi diri sendiri secara egoistik daripada mengasihi sesama manusia seperti yang ditawarkan kitab suci. Ini terjadi karena tidak banyak manusia yang sungguh ta'at dan total pada perintah-perintah Allah. Masih banyak manusia yang takwa kepada alla yang lain : ilmu pengetahuan;  yang cenderung menakar relasi antara manusia dalam ukuran untung rugi. Manusia sendiri menderita dan penderitaan ini menimpa semua orang tanpa kecuali. Sekarang banyak manusia yang menderita atau sakit secara fisik secara sosial dan sakit secara psikologis. Tanpa disadari, banyak orang yang mencari jawabannya dengan murni takwa pada alla ilmu pengetahuan. Masalah jarang terselesaikan tuntas bahkan semakin parah. Hanya sedikit yang mencoba menemukan jawabannya pada relasi kasih antar manusia atau adanya relasi kasih yang luntur antara manusia dengan Allah.

Sekedar contoh :  banyak kasus penyakit fisik kronis yang muncul akibat lunturnya kasih. Ketika suami istri kurang takwa kepada Allah Yang Esa dan kurang takwa melakukan perintahNya, maka relasi antara suami-istri yang berlandaskan kasih juga luntur. Rumah tangga bentrok dan masing-masing mencari makanan sendiri - sendiri sesuai selera sendiri -sendiri diluar rumah. Kemudian muncul penyakit jantung, darah tinggi, diabetes, kanker dan sebagainya yang secara alla ilmu pengetahuan tidak terjawab tuntas. Beda sekali pada keluarga yang mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia dengan sepenuh hati sepenuh jiwa,  sepenuh akal-budi dan sepenuh kekuatan. Keluarganya cenderung luput dari penyakit fisik kronis yang membuat mati berkali-kali. Kalaupun tetap mati, kematian itu hanya sekali ketika putus napas.

Mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama merupakan dua sisi yang berbeda dari mata uang yang sama sebagai satu kesatuan. Mengasihi Tuhan bukan lah mengasihi Tuhan kalau tidak dilanjutkan dengan mengasihi sesama. Tetapi mengasihi sesama harus didahului mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati - jiwa - akal budi dan kekuatan. Mengapa? Manusia bukanlah Sumber Kasih. Manusia hanyalah terminal untuk menyalurkan kasih itu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Mengasihi diri dan orang lain dengan tepat guna dan tepat sasaran hanya dan jika hanya berhasil lewat : mencintai Tuhan dengan Takwa dan tekun melakukan semua perintah perintahNya. Lakukanlah dengan sungguh-sungguh, sukacita Kerajaan Allah tidak jauh dari kehidupan sehari-hari. Kuncinya atau hukumnya:  kasih. Taatlah pada hukum yang satu ini, mengasihi Tuhan dengan total , takwa dan taat melakukan perintahNya lalu dilanjutkan dengan mengasihi sesama manusia dalam ukuran kasih yang sudah diterima dari Allah. Lakukan saja. Kerajaan Allah yang sudah mendekat akan semakin dirasakan dalam hidup sehari-hari disini didunia ini.

   

Cuplikan dari Buku  Eksegese Orang Jalanan,  karya Porat Antonius 

Lebih lengkap lagi dapat dibaca di Buku Eksegese Orang Jalanan Tahun Liturgi B, Buku Jilid 2

 

_edian_

 

Comments

Popular posts from this blog

DAMAI itu DAM – AI (I in English) - BHS Klaten (Part2) - 25 Mei 2025

Apakah Damai ada padamu? Pertanyaan renungan Opa mengawali aktivitas ngopi pagi di BHS SKK Klaten. Pertanyaan ini memperlihatkan pentingnya damai yang pasti sudah sangat sering didengar baik dari mimbar agama maupun mimbar kehidupan lainnya. Damai memang menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita baik sebagai pribadi dalam keluarga, komunitas keagamaan maupun komunitas social dan komunitas kategorial lainnya. Kali ini Opa menjelaskan damai dari dan dalam ritus agama dan terlebih pada ritus kehidupan.  DAMAI DALAM RITUS HIDUP. Ritus keagamaan bagi banyak dari kita sudah dilakukan secara sungguh-sungguh. Meskipun demikian ritus agama terbatas. Ritus yang tidak terbatas justru ada dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sendirian pun ritus hidup tetap berlangsung.  RITUS DAMAI DALAM BERPIKIR. Ketika berpikir ritus hidup tetap terjadi, saat itu kita bisa memandang ke dalam diri , apakah dalam berpikir damai ada dalam pikiranmu. Kalau pikiranmu berisi kecemasan maka kedamaian tida...

TEMPUS ET SPATIUM ATAU SPACE AND TIME - BHS Klaten (Part 1) - 24 Mei 2025

Satu Kebenaran yang diakui dan diterima oleh semua pemikir dari dahulu kala adalah Tempus dan spatium. Kedua hal ini bahkan diterima sebagai Rahmat tertua dan karenanya diterima sebagai kebenaran tertua hingga sekarang. Spatium dan Tempus atau space and time adalah dasar dari segenap kebenaran lain karena seluruh peristiwa hidup yang lain terjadi di atas space and time. Dengan kata lain space dan time adalah fondasi seluruh kebenaran tentang manusia. Siapa yang menggunakan space dan time sesuai  dengan hakekatnya sebagai dasar maka dia hidup. Manusia sudah cukup berhasil menggunakan space. Dia membagi space sesuai fungsinya walaupun amburadul. Jika kita berhenti pada kelihaian membagi space maka kita baru masuk ke Sebagian kecil dari Rahmat. Rahmat yang terbesar ada pada time/tempus.  TEMPUS, NON SPATIUM, GRATIA EST.  Karena Rahmat terbesar ada pada tempus maka kita paham bahwa Tempus, non spatium, gratia est atau sering disingkat Tempus Gratia Est – Waktu adalah Rahmat. ...

Menuju Kesaktian Jiwa - NMCC - 3 Mei 2025

Semakin dan terus bertumbuh menjadi ciri Komunitas SKK terlebih setelah merayakan Syukur atas HUT  ke 18. Bergerak dari upaya, terus menyehatkan jiwa yang berperan sangat vital dalam menyehatkan tubuh (Corpus Sanum in Menten Sanam) menuju Kesaktian Jiwa dalam membangun candi-candi kehidupan (Opa membandingkan dengan kesaktian Bandung Bondowoso ketika membangun 1000 candi). Beberapa Upaya menumbuhkan kesaktian jiwa yang akan terus diperjuangkan komunitas SKK seperti terlihat nyata pada perjuangan untuk 1. Makan sekali sehari. Kekisruhan yang terjadi pada pagi hari karena persoalan makan bahkan Opa mengatakan bahwa dosa paling banyak terjadi pada pagi hari karena sibuk mengurus makan dan minum. maka dosa pagi akan hilang seirama berkembangnya pola makan sekali sehari. Orang tidak lagi ribut dan rebut soal makan di pagi hari. Ada banyak waktu dan ruang untuk berbuat sesuatu yang lebih bermakna demi pertumbuhan kesaktian jiwa dari pada sekedar meributkan makan dan minum semata. Makan...