Skip to main content

Allah Mendekat - Eksegese Minggu ke 22 Tahun B

 Banyak orang beriman berjuang dengan segala daya untuk bertemu Allah. Doa ,ziarah ke tempat suci, berkarya Dharma dan sebagainya - merupakan upaya yang biasa dilakukan untuk bertemu Allah. Yang lupa dilakukan manusia adalah mendengarkan Nya. Manusia lebih suka berbicara kepada Allah daripada mendengarkan Nya.  Manusia pun lebih gandrung mencari Nya di tempat yang suci daripada mengalami Nya di sekitar setiap hari.

Hari ini Kitab Suci mengajak orang beriman untuk memilih satu cara yang dilupakan banyak orang. Allah mendekat - Allah mendekat artinya Allah yang datang bertemu manusia yang mengharapkan Nya. Allah datang untuk menyapa atau memperdengarkan suara kasih Nya.

Allah bukan saja dekat, tetapi Allah mendekat. Itulah salah satu gambaran Allah yang kasih. Allah mendekat sehingga kemanapun dan dimanapun manusia berada maka di sana pun Allah berada. Waktu orang beriman bekerja , Allah mendekati tempat kerja. Waktu orang beriman tidur, Allah mendekati tempat tidur dan sebagainya.  Demikian pesan dari bacaan yang digambarkan pada minggu ini.

Bacaan pertama dari kitab Ulangan menggambarkan Allah yang mendekat dalam rupa memberikan ketetapan dan peraturan sebagai syarat menduduki negeri. Bacaan kedua menggambarkan Allah yang mendekat dengan memberikan yang baik melalui firman Nya dan menjadikan orang beriman sebagai yang sulung atas semua ciptaan Nya.  Bacaan Injil menggambarkan Yesus sebagai gambaran Allah yang mendekat.  Yesus mendekat untuk memurnikan dan mengoreksi adat istiadat dan tradisi.  Yesus membuka kesadaran bahwa Allah mendekat dan sudah ada bersama mereka. Karena itu mendengarkan Allah yang bersuara dari dekat pada saat itu jauh lebih berdaya guna daripada menjalankan praktek-praktek yang sifatnya sebatas asesoris.

Suara Allah membebaskan dan menguatkan orang beriman. Dengan mengikuti suara Allah sebenarnya tidak ada lagi keresahan dan kegelisahan. Suara Allah menuntun jiwa untuk bertindak, dengan kata lain suara Allah membawa kepastian. Banyak orang beriman yang lebih mendengar dan mengandalkan adat istiadat dan tradisi. Seperti sekarang ini, nyata dalam kiblat kepada masa lalu dan tradisi ilmu pengetahuan. Akibatnya yang terjadi tidak ada kepastian jawaban atas masalah yang dihadapi. Tentang sakit atau penyakit misalnya. Orang beriman yang tidak mendengar Allah - orang sakit di bawanya ke gunung yang salah. Ketika sakit yang dikira - dokter, obat, dan aparatus kedokteran - itu  sebagai gunung  suci yang mengalirkan air yang menyembuhkan.  Hasilnya malah cenderung ada komplikasi dan semakin banyak biaya yang diperlukan.  Cobalah mendengarkan Allah yang selalu mendekat.  Hasilnya akan berbeda.

Allah terus mendekat agar manusia mengalami kasih Nya di Gunung suci Allah. Manusia harus merespon Nya dengan cara : melakukan firman Allah. Menjadi pelaku firman Allah membuat orang beriman berpotensi atau  berpeluang untuk diam di kemah dan gunung suci Allah. Tindakan untuk mencapai gunung Suci tidak perlu tinggi-tinggi. Tindakan itu misalnya tidak marah-marah, rendah hati, sederhana, tulus, taat dan setia. Yang tidak mampu mengatasi marah-marah dan masih boros - tidak hidup sederhana - itu tidak akan sampai ke gunung suci Allah atau lebih tragis lagi : belum melangkah menuju Gunung suci Allah itu.

Selain melalui tindakan kecil, orang beriman melakukan apa saja yang Allah katakan, agar sampai di gunung suci Allah. Pekerjaannya menjadi gampang : hanya mendengarkan dan melakukan. Melakukan yang diperintahkan sama artinya dengan melalui jalan yang benar ke sana dan pada waktunya akan berdiam di Gunung suci Allah. Untuk mencapai gunung Allah tidak melalui hal-hal besar. Mencapainya melalui tindakan tidak bercela, tindakan yang adil, yang mengatakan kebenaran dengan segenap hati, tidak munafik, tidak memfitnah. Daripada memfitnah lebih baik menyampaikan perasaan itu kepada Allah.

Selain untuk diri sendiri, orang beriman diutus untuk mengajak orang lain yang belum mengalami kasih Allah. Juga melalui tindakan yang kecil yakni tidak berbuat jahat dengan teman, tidak memandang hina teman,  menerima teman yang bersalah. Dapat juga lewat senyuman. Dengan satu senyuman yang tulus, orang lain akan merasakan berada dalam kedamaian seperti berada di Gunung Suci Tuhan. Dengan terbiasa dengan yang kecil dan sederhana diharapkan terus melangkah ke hal yang lebih besar dari itu.

Allah sejak sedia kala bertindak dengan sungguh hati untuk mendekati manusia pada umumnya dan mendekati orang beriman pada khususnya. Tindakan Allah yang sedemikian ini seharusnya membuat orang beriman merasa kuat tidak perlu lagi cemas terhadap apapun. Tidak lagi takut dan tidak perlu takut karena akan diselesaikan Allah yang mendekat.

Suara Allah atau firman Allah itu sebenarnya sederhana dan langsung. Karenanya tidak perlu berpikir terlalu tinggi tentang suara Allah itu. Suara Allah itu sederhana seperti yang sudah banyak tertuang dalam Kitab suci. Namun bisa juga dalam bentuk lain. Bisa saja muncul dalam bentuk : mengingat sesuatu yang mengharuskan orang beriman untuk melakukannya seperti kebajikan atau kebaikan sekecil apapun. Pada saat tertentu suara itu datang melalui peristiwa yang menuntun manusia untuk bertindak. Misalnya mengunjungi anggota keluarga. Tidak perlu berpikir apalagi menganalisis. Pokoknya lakukan saja.

Ketika pada saat tertentu suara itu belum dapat didengar , Allah masih bisa berbicara dengan suara lain yang mengajak untuk tidak melakukan atau bereaksi negatif atas apa yang dihadapi. Misalnya tidak marah terhadap sesama yang bertindak tidak sesuai kehendak banyak orang. Marah apalagi dendam membuat manusia kesal, baik yang marah maupun yang dimarahi. Dalam situasi demikian - tanpa memperhatikan suara Allah selama ini - orang beriman cenderung mempersalahkan orang lain atau menghakimi. Ketika berhadapan dengan hal yang menjengkelkan jawabannya adalah berdoa, misalnya seperti ini "Ampunilah kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami". Itu sikap yang baik . Setelah itu itu melapor kepada Tuhan "Tuhan , terima kasih 1 dosa saya hari ini sudah Tuhan ampuni dan saya sudah luput dari marah". Itulah yang diharapkan terjadi pada orang beriman yang percaya pada Allah dan percaya pada firman Allah. Orang beriman harus tampil sebagai orang yang setia terhadap suara Allah dan setia mendekatkan diri dengan melakukan apa yang diterima dari Allah. Dengan melakukan nya saja orang beriman akan bebas dari kebingungan termasuk ketakutan tentang apa saja yang dihadapi.


Cuplikan dari Buku  Eksegese Orang Jalanan,  karya Porat Antonius 

Lebih lengkap lagi dapat dibaca di Buku Eksegese Orang Jalanan Tahun Liturgi B, Buku Jilid 2

 

_edian_

Comments

Popular posts from this blog

DAMAI itu DAM – AI (I in English) - BHS Klaten (Part2) - 25 Mei 2025

Apakah Damai ada padamu? Pertanyaan renungan Opa mengawali aktivitas ngopi pagi di BHS SKK Klaten. Pertanyaan ini memperlihatkan pentingnya damai yang pasti sudah sangat sering didengar baik dari mimbar agama maupun mimbar kehidupan lainnya. Damai memang menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita baik sebagai pribadi dalam keluarga, komunitas keagamaan maupun komunitas social dan komunitas kategorial lainnya. Kali ini Opa menjelaskan damai dari dan dalam ritus agama dan terlebih pada ritus kehidupan.  DAMAI DALAM RITUS HIDUP. Ritus keagamaan bagi banyak dari kita sudah dilakukan secara sungguh-sungguh. Meskipun demikian ritus agama terbatas. Ritus yang tidak terbatas justru ada dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sendirian pun ritus hidup tetap berlangsung.  RITUS DAMAI DALAM BERPIKIR. Ketika berpikir ritus hidup tetap terjadi, saat itu kita bisa memandang ke dalam diri , apakah dalam berpikir damai ada dalam pikiranmu. Kalau pikiranmu berisi kecemasan maka kedamaian tida...

TEMPUS ET SPATIUM ATAU SPACE AND TIME - BHS Klaten (Part 1) - 24 Mei 2025

Satu Kebenaran yang diakui dan diterima oleh semua pemikir dari dahulu kala adalah Tempus dan spatium. Kedua hal ini bahkan diterima sebagai Rahmat tertua dan karenanya diterima sebagai kebenaran tertua hingga sekarang. Spatium dan Tempus atau space and time adalah dasar dari segenap kebenaran lain karena seluruh peristiwa hidup yang lain terjadi di atas space and time. Dengan kata lain space dan time adalah fondasi seluruh kebenaran tentang manusia. Siapa yang menggunakan space dan time sesuai  dengan hakekatnya sebagai dasar maka dia hidup. Manusia sudah cukup berhasil menggunakan space. Dia membagi space sesuai fungsinya walaupun amburadul. Jika kita berhenti pada kelihaian membagi space maka kita baru masuk ke Sebagian kecil dari Rahmat. Rahmat yang terbesar ada pada time/tempus.  TEMPUS, NON SPATIUM, GRATIA EST.  Karena Rahmat terbesar ada pada tempus maka kita paham bahwa Tempus, non spatium, gratia est atau sering disingkat Tempus Gratia Est – Waktu adalah Rahmat. ...

Menuju Kesaktian Jiwa - NMCC - 3 Mei 2025

Semakin dan terus bertumbuh menjadi ciri Komunitas SKK terlebih setelah merayakan Syukur atas HUT  ke 18. Bergerak dari upaya, terus menyehatkan jiwa yang berperan sangat vital dalam menyehatkan tubuh (Corpus Sanum in Menten Sanam) menuju Kesaktian Jiwa dalam membangun candi-candi kehidupan (Opa membandingkan dengan kesaktian Bandung Bondowoso ketika membangun 1000 candi). Beberapa Upaya menumbuhkan kesaktian jiwa yang akan terus diperjuangkan komunitas SKK seperti terlihat nyata pada perjuangan untuk 1. Makan sekali sehari. Kekisruhan yang terjadi pada pagi hari karena persoalan makan bahkan Opa mengatakan bahwa dosa paling banyak terjadi pada pagi hari karena sibuk mengurus makan dan minum. maka dosa pagi akan hilang seirama berkembangnya pola makan sekali sehari. Orang tidak lagi ribut dan rebut soal makan di pagi hari. Ada banyak waktu dan ruang untuk berbuat sesuatu yang lebih bermakna demi pertumbuhan kesaktian jiwa dari pada sekedar meributkan makan dan minum semata. Makan...