Dalam pandangan Cartesian, berpikir merupakan satu ciri keberadaan manusia yang dalam banyak hal dianggap melampaui yang prahuman. Lalu berkembang ciri yang lain pula yaitu rasional sebagai ciri manusia yang membedakannya dari yang prahuman. Secara tidak sadar, hampir semua manusia, termasuk orang beriman, berbondong-bondong mencari atau mengembangkan pikiran rasional untuk menunjukkan dirinya bahwa dia ada. Orang beriman akhirnya berbondong-bondong berjalan kedua arah yang berbeda. Satu kaki ke Jalan berpikir logis rasional dan satu yang lainnya kejalan iman. Orang beriman berjalan kangkang dan sulit untuk mencapai tujuan, baik yang logis maupun yang rasional. Secara riil dalam tindakan, mengikuti jalan berpikir logis rasional lebih dominan (sambil sekali-kali menoleh ke Jalan iman) dan akhirnya lebih cenderung menjadi umat atau jemaat Rene Descartes. Banyak orang yang tadinya sebagai beriman meninggalkan imannya dan total beralih ke jalan logis rasional karena lebih mudah menunjukkan keberadaannya .
Kini semakin jelas bahwa manusia semakin ramai dan sibuk mengembangkan kemampuan berpikir, yang kemudian direduksi menjadi berpikir logis rasional atau kritis. Semakin hari semakin nyata bahwa manusia yang dapat berpikir kritis rasional akan dikagumi dan dihormati dibandingkan dengan yang beriman.Apakah yang seperti itu yang Allah kehendaki? Bacaan Minggu ini menggambarkan yang dalam ukuran Allah yang menakjubkan dunia dan jelas menakjubkan Allah sendiri. Berpikir logis mungkin saja berhasil membuat dunia dan sesama manusia takjub. Allah belum tentu. Bacaan Minggu ini pada pokoknya mewartakan tentang Allah yang suci dan kasih dan abadi . Allah berfirman supaya manusia juga mengalami bahkan hidup sesuai gambaran Allah sendiri, yakni suci dan abadi. Kesucian dan keabadian dalam arti tidak mati harus nya dialami manusia. Kesembuhan dan kesucian pada manusia tidak diperoleh dengan hanya tahu atau berpikir secara rasional. Sekalipun itu pengetahuan tentang Yesus yang dalam pikirannya sebagai yang suci dan dapat menyembuhkan. Perjuangan harus ditunjukkan dengan berbondong-bondong mengikuti Yesus bahkan berjuang menyentuh jubahNya hingga bersungkur dihadapanNya.
Pelayanan kasih jelas membutuhkan pengetahuan tentang kasih Allah. Namun pengetahuan itu baru merupakan tangga menuju perjumpaan dengan Yesus yang setia berkeliling. Pada zaman ini perjuangan tetap sama dan hambatannya juga masih sama. Untuk berjumpa dan bersujud di kakiNya harus ditempuh manusia dan harus berjuang melalui dan menembus kerumunan. Pada zaman ini kerumunan yang paling menyulitkan sebenarnya adalah pikiran yang berisi berbagai informasi baik tentang dunia maupun informasi tentang Allah dan Yesus. Kerumunan pikiran ini akan membutakan mata untuk melihat Yesus yang berkeliling dan membuat tuli telinga untuk mendengarkan suara Yesus. Orang yang sibuk dengan pikirannya sendiri tidak dapat melihat yang diluar dan tidak dapat mendengarkan orang lain walaupun mata atau telinganya terbuka. Apalagi suara Yesus yang belum pernah dijumpai dalam pengalaman langsung duniawi, tentunya akan lebih sulit dilihat atau didengar karena kerumunan pikiran tadi.
Maka pertamakali harus berjuang untuk menghalau pikiran, termasuk pikiran rasional tentang Allah atau tentang kasih. Pikiran itulah yang membutakan mata untuk melihat kehadiran Yesus baik dalam kerumunan tubuh manusia lain maupun dalam kesendirianNya yang menampakan diri kepada setiap orang yang mencariNya. Demikian juga dengan pikiran yang menulikan telinga untuk mendengar ajakan atau panggilanNya. Pikiran yang ruwet menulikan telinga hingga sulit mendengar suara Yesus yang menyapa atau sulit membedakan mana suara Yesus mana suara pikiran sendiri. Hanya satu pisau kehidupan yang dapat menembus kerumunan itu, yaitu kesucian yang diwujudkan dalam bentuk pelayanan kasih. Pelayanan kasih itulah sesungguhnya yang akan mengikis kerumunan pengetahuan atau pikiran rasional. Semakin tenggelam dalam pelayanan kasih maka semakin terang untuk melihat Yesus di tengah kerumunan banyak orang. Demikian juga telinga akan semakin terang mendengarkan suara ajakan atau perintah Yesus dan jelas pula membedakannya dari suara dari pikirannya sendiri.
Perintah Yesus jika dilakukan akan menimbulkan sukacita jika , tidak dilakukan akan menimbulkan rasa bersalah dan tidak nyaman. Dengan demikian yang diperlu kan untuk diperjuangkan orang beriman supaya menakjubkan dunia dan menakjubkan Allah adalah kesucian yang berwujud tindakan kasih. Kasih dalam tindakan itulah yang disebut suci. Bukan sekedar pengetahuan tentang Allah dan pengetahuan tentang kasih Allah, namun tindakan kasih. Selamat berjuang menjadi suci. Suci tidak sama dengan tidak berdosa . Suci dapat saja tidak berdosa. Tetapi Suci adalah orang yang kaya dalam pelayanan kasih dan miskin dari dosa. Untuk menjadi kaya dalam tindakan Kasih menabunglah dengan satu demi satu sen kasih dalam setiap jengkal kehidupan mulai sekarang dan selama-lamanya dalam hidup. Selamat menjadi orang yang menakjubkan dunia dan menjadi orang beriman sesuai citra Allah yang suci dan Abadi. Minimal menakjubkan orang-orang dekat seperti suami, istri, anak, saudara, sahabat dan akhirnya dunia dengan satu tindakan suci setiap hari pada setiap kesempatan.
Bangunlah setiap pagi dan bertanya, tindakan kasih apakah yang akan saya tunjukkan hari ini untuk menakjubkan orang di sekitarku? Ketika jawabannya hanya senyuman Tulus, bersukacitalah. Bila jawabannya bekerja tanpa bersungut-sungut, bersukacitalah dan lakukan. Sebelum tidur, bertanyalah Apakah ada 1 atau 2 tindakan kasih yang berhasil ditunjukkan hari ini? Bila belum, berdoalah agar Allah menunjukkan satu yang mudah dan sederhana untuk hari berikutnya. Tak disangka, hidup akan padat berisi tindakan kasih yang menakjubkan dunia sesuai citra manusia sesuai gambaran Allah yang kasih dan suci. Itulah yang menakjubkan dunia. Semua orang bersama Allah pasti bisa menjadi orang yang menakjubkan dunia. Selamat memulainya dari sekarang juga.
Cuplikan dari Buku Eksegese Orang Jalanan, karya Porat Antonius
Lebih lengkap lagi dapat dibaca di
Buku Eksegese Orang Jalanan Tahun Liturgi B, Buku Jilid 2
Comments
Post a Comment