Setiap orang dikaruniai minimal dua Malaikat Pelindung. Mereka bertugas mengarahkan hidup kita sehari-hari agar sesuai dengan kehendak Allah. Tanpa kita sadari, mereka senantiasa mengarahkan kita. Kalau kita mampu mendengar dengan baik, pada dasarnya kita tidak perlu terlalu banyak berpikir.
Namun Malaikat Pelindung bisa tinggalkan kita/ ngambek kalau perilaku kita tidak sejalan dengan apa yang mereka sampaikan. Seperti malas, mengeluh, marah-marah, Malaikat Pelindung meninggalkan kita. Akhirnya kita mengandalkan otak. Dan semakin kita menggunakan otak, makin tidak menemukan jawaban. Akhirnya pusing.
Malaikat akan kembali pada kita kalau kita kembali berbuat baik. Melatih diri dengan kesabaran, tidak marah, tidak cemas. Malaikat juga bisa bertambah, tidak hanya dua, tetapi bisa lebih seiring dengan tanggung jawab yang kita emban. Mereka yang ditugasi tanggung jawab publik dan berjuang untuk melayani dengan sungguh, akan diberikan Malaikat yang lebih banyak.
Suara Malaikat bisa kita dengar ketika melakukan refleksi (moment of emptiness) terhadap pengalaman jatuh bangun untuk menjadi orang baik. Tidak ada yang sempurna tetapi terus berjuang tiap hari sebagai buah dari refleksi atas pengalaman hari sebelumnya, disitulah suara Malaikat akan makin lama makin kuat menuntun kita.
Note:
Dalam buku Doreen Virtue, “How to Hear Your Angels” disebutkan bahwa tanpa membeda-bedakan keyakinan, karakter atau gaya hidup, Allah menganugerahi setiap orang dengan minimal dua Malaikat Penjaga. Salah satu malaikat lebih bersifat keluar (ekstrovert) yang senantiasa menyenggol kita dan mendorong kita mengambil pilihan untuk mencapai tujuan hidup ini. Dia mengetahui semua bakat dan potensi kita sehingga mendorong kita untuk mengejar capain tertinggi dari potensi itu. Malaikat yang satunya lebih pendiam dalam hal suara dan energi yang disampaikan. Dia menghibur kita ketika kita sedih, sendiri, atau kecewa. Dia memeluk kita kehilangan pekerjaan atau tidak mendapatkan sesuatu yang kita dambakan, serta menenangkan kita ketika marah.
Menjadi penyelamat dunia.
Manusia pertama yang diciptakan oleh Allah adalah Adam. Adam berasal dari kata bahasa Ibrani yang berarti tanah. Jadi manusia selalu terkait secara intim dengan tanah atau lingkungan hidup.
Lingkungan hidup kita dewasa ini sudah sangat rusak. Kerusakan lingkungan hidup terkait langsung dengan cara konsumsi kita. Konsumsi kita menciptakan polusi udara melalui industri yang menghasilkan semua hal yang kita butuhkan termasuk makanan. Industri yang terkait dengan makanan itu misalnya pupuk, pestisida. Selain industri, juga sampah yang dihasilkan oleh konsumsi kita.
Singkatnya pola konsumsi kita yang tidak terkendali telah menyebabkan kerusakan lingkungan hidup yang berdampak pada pemanasan global, bencana alam, kebakaran, iklim yang tidak menentu dan bencana alam yang lainnya.
Terkait dengan isu lingkungan itu, SKK dengan pola hidup Sehat (tidak makan racun), atau menjalani autophagy yang kita jalani saat ini, maka kita sudah berpartisipasi aktif dalam menyelamatkan dunia. Dengan ketaatan, lalu dengan autophagy kita mengurangi konsumi makanan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup.
Itu berarti, kita perlu berbangga diri karena kita dalam komonitas SKK dipilih untuk bersama Allah memelihara lingkungan hidup untuk tetap terjaga dan sehat. Kita setia jalankan hidup sehat, selain untuk kesehatan kita sendiri, juga untuk bersama Allah menjadikan dunia ini layak bagi kehidupan kita, tempat Allah menyatakan kasihnya kepada alam semesta.
Team BHSO Kocar Kacir
Apakah Damai ada padamu? Pertanyaan renungan Opa mengawali aktivitas ngopi pagi di BHS SKK Klaten. Pertanyaan ini memperlihatkan pentingnya damai yang pasti sudah sangat sering didengar baik dari mimbar agama maupun mimbar kehidupan lainnya. Damai memang menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita baik sebagai pribadi dalam keluarga, komunitas keagamaan maupun komunitas social dan komunitas kategorial lainnya. Kali ini Opa menjelaskan damai dari dan dalam ritus agama dan terlebih pada ritus kehidupan. DAMAI DALAM RITUS HIDUP. Ritus keagamaan bagi banyak dari kita sudah dilakukan secara sungguh-sungguh. Meskipun demikian ritus agama terbatas. Ritus yang tidak terbatas justru ada dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sendirian pun ritus hidup tetap berlangsung. RITUS DAMAI DALAM BERPIKIR. Ketika berpikir ritus hidup tetap terjadi, saat itu kita bisa memandang ke dalam diri , apakah dalam berpikir damai ada dalam pikiranmu. Kalau pikiranmu berisi kecemasan maka kedamaian tida...
Comments
Post a Comment