Berkat kemajuan yang dicapai - terutama dalam sains dan teknologi - manusia
pada umumnya beranggapan bahwa manusia
adalah pemilik sah atas dirinya sendiri. Setiap manusia berhak secara absolut
atas dirinya sendiri. Meskipun sesekali bertanya : Siapakah aku ini? atau untuk apa Aku di sini? - tetapi manusia
tetap teguh berpandangan bahwa ia adalah pemilik sah atas dirinya sendiri. Demikian juga atas bumi. Pada mulanya bumi
ini disebut sebagai bumi tak bertuan.
Setiap manusia berhak untuk tinggal di mana saja dan berhak menggarap
bumi untuk hidupnya tanpa manusia lain yang mempersoalkan. Sekarang tidak lagi demikian. Bumi sudah dimiliki dan dikuasai
manusia. Di Kantor Pertanahan penuh
dokumen informasi kepemilikan. Bacaan pada minggu ini mengangkat sisi lain bahwa
diri manusia bukan miliknya sendiri. Demikian juga dengan bumi bukan milik
manusia. Diri manusia dan bumi adalah milik Allah. Manusia hanyalah penggarap
atau pemegang hak guna usaha - dalam istilah manusia modern. Cukup banyak manusia yang menyadari bahwa
pemilik sah atas dunia adalah Allah sendiri.
Sayangnya pandangan ini tidak mendapat porsi perhatian yang berarti
karena terbawa arus pandangan dunia yang beranggapan sebaliknya : yakni bahwa
diri manusia dan bumi adalah milik manusia. Hewan pun akhirnya dilarang hidup,
kalaupun boleh hidup, mereka boleh hidup sejauh tidak mengganggu manusia
sebagai pemilik.
***
Paulus
mengingatkan Jemaat di Filipi bahwa pemilik hidup adalah Allah. Karena manusia
bukan pemilik, maka manusia tidak beralasan untuk khawatir. Tugas manusia adalah mengatakan keinginan
kepada Allah sebagai pemilik, dalam doa permohonan dan ucapan syukur. Allah sebagai pemilik akan menganugerahkan
damai sejahtera yang melampaui segala akal dan akan memelihara hati dan pikiran
manusia dalam Yesus Kristus. Sebagai penggarap, manusia bertugas untuk
memusatkan perhatian dalam memikirkan yang benar, yang mulia, yang adil, yang
suci, yang manis, yang sedap didengar, atau semua kebajikan yang patut dipuji,
semuanya harus dinyatakan dalam tindakan.
Bila semuanya itu dilakukan dengan tekun, maka Allah sebagai sumber
damai sejahtera akan menyertai manusia.
***
Injil
menggambarkan dan mengungkapkan bahwa Allah sebagai pemilik berhak memberi dan
mengambil dari manusia. Ditunjukkan pula dalam Injil bawa Allah tetap setia
sebagai pemilik dan setia menunjukkan kasihnya agar kasih itu menghasilkan buah
kerajaanNya di dunia.
Sebagai penggarap,
tugas manusia adalah, pertama, memelihara dan menanam anggur yang berbuah manis
yakni keadilan kedamaian atau yang mulia lainnya. Kemudian ketika tuannya
datang untuk meminta bagiannya manusia memberikan anggur yang manis bukan yang
masam. Kedua, Allah menunjukkan kasihnya kepada manusia berbentuk kepercayaan
menggarap dunia. Manusia dipercaya untuk
memelihara dirinya termasuk menjauhkan dirinya dari yang masam seperti
kelaliman atau keonaran.
Paulus
menggambarkan bahwa jika manusia sebagai pemilik, pada kenyataannya manusia tidak mampu berperan
sebagai pemilik. Dalam Injil diungkapkan
saat manusia diberi kepercayaan ia berubah menjadi rakus yakni ingin berkuasa
penuh atas diri dan dunia tanpa campur tangan Tuhan sebagai pemiliknya. Bahkan utusan si pemiliknya saja dibunuh.
Saat ini di dunia barat sudah diumumkan bahwa Tuhan sudah mati. Bila Tuhan
tidak mati sendiri, manusia harus membunuhnya minimal membunuhnya dari pikiran.
Konsep tentang Tuhan sebagai pemilik harus dihapus. Orang beriman tentu tidaklah demikian,
minimal tidak ikut ambil bagian dalam membunuh Tuhan dari pikirannya. Banyak
buku atau publikasi atau jurnal yang membela keberadaan Tuhan sebagai pemilik
ke tengah dunia. Namun tidaklah cukup dengan demikian saja. Bacaan minggu ini
mengajak orang beriman untuk menunjukkan dengan cara yang lain yakni melalui
tindakan yang menghasilkan buah yang manis yakni keadilan dan Kedamaian. Artinya di mana ada orang beriman disitu
bertumbuh subur keadilan dan Kedamaian.
Orang beriman juga tidak merasakan kekawatiran dalam pikirannya.
***
Manusia cenderung
berkeras hati untuk menjadi penguasa dan pemilik. Yesus mengingatkan manusia
bahwa Allah tetap tidak tergantikan dan tidak akan terbunuh kan. Batu yang
dibuang oleh tukang bangunan telah menjadi batu penjuru, artinya yang ditolak
di suatu tempat atau dalam situasi tertentu itu - nanti akan dipakai Allah
sebagai kekuatan baru yang bertumbuh dan berkembang di tempat lain.
Saat ini dunia
masih khawatir , dunia belum damai, dunia pun masih onar. Dengan demikian orang akan berkesimpulan bahwa
Allah sudah mati. Bagi orang beriman
tidak perlu melawan kesimpulan itu dengan kata-kata, cukup bertindak dengan
adil, damai, bijaksana dan tidak khawatir akan hidup. Damai sejahtera tidak
harus dalam arti dunia secara keseluruhan.
Damai sejahtera itu cukup dirasakan oleh diri sendiri, keluarga , atau
di antara sahabat, handai taulan dan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika dunia diluar onar dan tidak damai,
berjuanglah untuk membawa damai itu keluar.
Ketika manusia berjuang dan sibuk
dengan hal itu : yakni damai sejahtera, Allah akan menambahkannya tanpa manusia
tahu .
Lakukanlah semua itu dan rasakan damai dan keadilan dalam hidup. Percayalah Allah sebagai pemilik melakukan
semua ini bukan untuk Allah sendiri melainkan untuk manusia.
Cuplikan
dari Buku Eksegese Orang Jalanan karya Porat Antonius,
Lebih
lengkap lagi dapat dibaca di Buku Eksegese Orang Jalanan, Minggu Biasa ke 27 Tahun Liturgi A, Buku Jilid 2
_edian_
Comments
Post a Comment