Skip to main content

Barangsiapa Bertelinga Hendaklah Mendengarkan Minggu ke 15 Tahun A

Cuplikan dari Buku Eksegese Orang Jalanan karya Porat Antonius, 

Minggu Biasa ke 15 Tahun Liturgi A

 Alat sensoris itu pada umumnya berfungsi untuk berelasi dengan alam atau berelasi – mengenal - atau mengalami dunia fisik. Pada manusia sebenarnya berfungsi tidak hanya sebatas berelasi dengan dunia - seperti pada makhluk yang lebih rendah. Pada manusia, alat sensoris juga berfungsi untuk berelasi dengan dunia lain yang melampaui dunia fisik. Adakah orang beriman menyadarinya dan menggunakan anugerah alat sensorisnya untuk berelasi dan mengenal dunia nonfisik? Adakah orang beriman berjuang untuk memaksimalkan alat-alat tersebut agar berfungsi melampaui yang duniawi? Melalui bacaan minggu ini , manusia umumnya dan umat beriman diingatkan bahwa – pertama : Allah adalah sumber hidup berbentuk benih dan Allah juga pemeliharanya. Kepada manusia, Allah menganugerahkan alat sensoris itu agar manusia berpartisipasi dalam memelihara kehidupan yang Allah berikan. Yang kedua : pengalaman bersama alam dunia fisik tidak sekedar pengalaman alamiah, namun mengandung pengalaman berpengharapan dan pengalaman akan kemuliaan. Yang ketiga : alat sensoris yang dianugerahkan Allah tidak hanya sebatas mengenal dan mengalami dunia fisik, namun juga untuk mengenal - mengerti atau mengalami Allah -  firman Allah dan kasih Allah.

***

Kendatipun Kitab Suci sudah sejak dari awal mengajak manusia untuk menggunakan alat sensorisnya untuk mengalami Allah seperti di atas, hingga kini manusia - umumnya, dan orang beriman khususnya - masih berkonsentrasi menggunakan alat sensoris hanya sebatas mengenal dan mengalami dunia fisik. Dengan bantuan alat sensoris, yang didukung  teknologi, manusia berhasil mengenal dan mengalami dunia fisik lebih dari sekedar raw material untuk kehidupan di dunia ini. Manusia berhasil memanfaatkan dunia yang tadinya hadir sebagai raw material menjadi materi yang memudahkan hidup. Banyak manusia - termasuk orang beriman - bangga bahwa mereka sudah berhasil menggunakan alat-alat sensorisnya. Untuk orang beriman tidaklah demikian. Orang beriman diminta untuk lebih dari manusia lain dan tampil menunjukkan bahwa alat sensoris yang dianugerahkan Allah itu dapat digunakan untuk mengenal Allah, mengalami kehadiran Allah dan mengalami kasih-Nya di dunia.

***

Bagaimana caranya agar dapat mengalami kehadiran Allah bersama dan melalui peristiwa ? Atau peristiwa fisik alam? Orang beriman diharapkan tidak hanya melihat salju atau hujan yang turun. Orang beriman tidak hanya merasakan nikmatnya roti. Orang beriman tidak hanya melihat ada benih yang mati dan ada benih yang subur. Orang beriman membantu agar salju dan hujan benar-benar menghasilkan kesuburuan. Orang beriman tampil menyingkirkan batu, membersihkan ilalang dan melindungi benih yang tumbuh di pinggir jalan. Yang mula-mula dilakukan orang beriman adalah menerima firman Allah dengan sungguh hati sampai mengerti dan menjadi kekuatan untuk mendengarkan dan melihat kehadiran Allah dibalik peristiwa alamiah sehari-hari. Setelah menerima firman, langkah berikutnya adalah memelihara firman itu dengan berbagai cara antara lain melindunginya dari gangguan, membongkar batu, mencabut ilalang supaya firman itu bertumbuh subur agar hasilnya seratus kali lipat atau minimal tigapuluh kali lipat. Benih firman itu : digambarkan dalam Injil bahwa benih itu ada yang jatuh di pinggir jalan. Dalam Injil di atas , yang akan menginjak benih iman - yang tidak terjaga itu - disebutkan sebagai setan. Pada zaman ini, yang akan menginjak-injak iman itu adalah manusia sendiri, dalam arti : pikiran manusia sendiri. Terutama pikiran yang berisi pengalaman dunia fisik dengan berbagai informasi dunia. Gangguan akan menjadi-jadi pada manusia yang lebih suka membanggakan pengetahuan tentang dunia fisik dan lebih banyak belajar tentang khasanah pengalaman manusia daripada belajar tentang firman Allah. Ketika bermasalah, seperti sakit misalnya, manusia seperti ini menginjak-injak imannya sendiri dengan jalan mencari jawaban atas sakitnya dengan melihat pada pengalaman manusia sendiri tentang dunia sakit atau dari dunia orang yang berpengalaman menangani penyakit sesuai ukuran dunia. Banyak orang, yang mengaku beriman sekalipun, juga berperilaku yang sama dan menginjak-injak benih imannya sendiri dengan cara yang sama dengan yang tidak beriman. Demikian juga dengan batu atau ilalang. Yang menjadi batu penghalang bertumbuhnya benih iman adalah kesombongan dengan memandang diri atau manusia sebagai sumber dan pencipta kebenaran. Kebenaran iman tidak mungkin bertumbuh pada manusia yang menganggap diri benar dan memiliki pengetahuan lebih dari kebenaran iman. Yang seperti ini akan menindih kebenaran iman dengan kesombongan kebenarannya sendiri. Imannya pasti mati. Ilalang di sisi lain adalah sikap manusia yang mendua : berpegang teguh pada kebenaran pengalaman manusia dan sedikit percaya pada firman. Benih imannya jelas terhimpit mati, alat sensorisnya baru berfungsi sampai pada tingkat mengenal dunia fisik. Jelas ketika mengalami masalah, benih imannya diabaikan dan lebih memilih pengalaman dari dunia sesuai kemampuan alat sensorisnya.

***

Banyak orang berpikir bahwa lebih baik benih imannya yang mati daripada manusianya yang mati . Dalam pandangan manusia umumnya, kematian itu hanya sebatas putus napas, ketika fungsi sensoris duniawi tidak normal lagi untuk mengalami dunia. Tidak banyak manusia yang berpikir bahwa firman - lah nutrisi jiwa yang berperan menghidupkan hidup dan yang menghidupkan tubuh. Jiwa yang bernutrisi akan menghidupkan relasi antar manusia. Paling tidak, manusia berelasi dalam kasih atau dalam sukacita. Manusia dengan jiwa yang mengalami kekurangan nutrisi tidak mungkin dapat berelasi dengan sesamanya dalam kasih atau sukacita. Yang demikian akan mengalami kematian dalam berelasi, misalnya : saling meremehkan, saling membenci atau saling memangsai.  Matinya relasi ini, cepat atau lambat, akan menyebabkan kematian berulang-ulang pada tubuh seperti sering menderita berbagai macam gangguan fisik seperti maag, darah tinggi, jantung, diabetes, sulit tidur. Kematian seperti ini akan membawa kematian ekonomi karena tidak dapat berproduksi secara maksimal, sementara di sisi lain duit dihabiskan untuk berobat. Akhirnya, mengalami kematian dini. Yang lebih celaka lagi, di dunia mati dan di akhirat jiwanya juga akan mengalami kematian kekal. Yesus datang supaya kematian tidak boleh terjadi pada manusia, terutama pada orang beriman. Yesus melalui Injil hari Minggu ini mengingatkan sekaligus menguatkan manusia agar menggunakan telinga, menggunakan mata, lebih dari sekedar alat sensoris untuk mengenal alam fisik. Telinga dan mata digunakan untuk mengenal Allah dan mengalami kasih Allah. Untuk sampai pada mengalami Allah dan kasih- Nya, manusia diharapkan untuk menerima firman Allah dan memeliharanya agar berbuah seratus kali lipat. Hasil yang sebanyak itu merupakan bekal dalam hidup sekaligus sebagai modal untuk hidup di dunia ini dan akhirat. Firman itu merupakan pelindung atas ancaman kematian di sini dan dunia. Yang bertelinga hendaknya mendengarkan dan yang mempunyai mata hendaknya melihat supaya hidup dalam kepenuhan kasih Allah di dunia ini dan di akhirat kelak sesudah meninggalkan dunia ini. Silakan melakukannya dengan sungguh hati dan nikmatilah hasilnya setiap hari mulai dari sini, didunia ini.

***

 



Lebih lengkap lagi dapat dibaca di Buku Eksegese Orang Jalanan, karya Porat Antonius - Max Biae Dae,  Minggu Biasa ke 15 Tahun Liturgi A, Buku Jilid 2, halaman 158 – 167


Comments

Popular posts from this blog

DAMAI itu DAM – AI (I in English) - BHS Klaten (Part2) - 25 Mei 2025

Apakah Damai ada padamu? Pertanyaan renungan Opa mengawali aktivitas ngopi pagi di BHS SKK Klaten. Pertanyaan ini memperlihatkan pentingnya damai yang pasti sudah sangat sering didengar baik dari mimbar agama maupun mimbar kehidupan lainnya. Damai memang menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita baik sebagai pribadi dalam keluarga, komunitas keagamaan maupun komunitas social dan komunitas kategorial lainnya. Kali ini Opa menjelaskan damai dari dan dalam ritus agama dan terlebih pada ritus kehidupan.  DAMAI DALAM RITUS HIDUP. Ritus keagamaan bagi banyak dari kita sudah dilakukan secara sungguh-sungguh. Meskipun demikian ritus agama terbatas. Ritus yang tidak terbatas justru ada dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sendirian pun ritus hidup tetap berlangsung.  RITUS DAMAI DALAM BERPIKIR. Ketika berpikir ritus hidup tetap terjadi, saat itu kita bisa memandang ke dalam diri , apakah dalam berpikir damai ada dalam pikiranmu. Kalau pikiranmu berisi kecemasan maka kedamaian tida...

TEMPUS ET SPATIUM ATAU SPACE AND TIME - BHS Klaten (Part 1) - 24 Mei 2025

Satu Kebenaran yang diakui dan diterima oleh semua pemikir dari dahulu kala adalah Tempus dan spatium. Kedua hal ini bahkan diterima sebagai Rahmat tertua dan karenanya diterima sebagai kebenaran tertua hingga sekarang. Spatium dan Tempus atau space and time adalah dasar dari segenap kebenaran lain karena seluruh peristiwa hidup yang lain terjadi di atas space and time. Dengan kata lain space dan time adalah fondasi seluruh kebenaran tentang manusia. Siapa yang menggunakan space dan time sesuai  dengan hakekatnya sebagai dasar maka dia hidup. Manusia sudah cukup berhasil menggunakan space. Dia membagi space sesuai fungsinya walaupun amburadul. Jika kita berhenti pada kelihaian membagi space maka kita baru masuk ke Sebagian kecil dari Rahmat. Rahmat yang terbesar ada pada time/tempus.  TEMPUS, NON SPATIUM, GRATIA EST.  Karena Rahmat terbesar ada pada tempus maka kita paham bahwa Tempus, non spatium, gratia est atau sering disingkat Tempus Gratia Est – Waktu adalah Rahmat. ...

Menuju Kesaktian Jiwa - NMCC - 3 Mei 2025

Semakin dan terus bertumbuh menjadi ciri Komunitas SKK terlebih setelah merayakan Syukur atas HUT  ke 18. Bergerak dari upaya, terus menyehatkan jiwa yang berperan sangat vital dalam menyehatkan tubuh (Corpus Sanum in Menten Sanam) menuju Kesaktian Jiwa dalam membangun candi-candi kehidupan (Opa membandingkan dengan kesaktian Bandung Bondowoso ketika membangun 1000 candi). Beberapa Upaya menumbuhkan kesaktian jiwa yang akan terus diperjuangkan komunitas SKK seperti terlihat nyata pada perjuangan untuk 1. Makan sekali sehari. Kekisruhan yang terjadi pada pagi hari karena persoalan makan bahkan Opa mengatakan bahwa dosa paling banyak terjadi pada pagi hari karena sibuk mengurus makan dan minum. maka dosa pagi akan hilang seirama berkembangnya pola makan sekali sehari. Orang tidak lagi ribut dan rebut soal makan di pagi hari. Ada banyak waktu dan ruang untuk berbuat sesuatu yang lebih bermakna demi pertumbuhan kesaktian jiwa dari pada sekedar meributkan makan dan minum semata. Makan...