Cuplikan dari Buku Eksegese
Orang Jalanan karya Porat Antonius,
Minggu Biasa ke 15 Tahun Liturgi A
***
Kendatipun
Kitab Suci sudah sejak dari awal mengajak manusia untuk menggunakan alat
sensorisnya untuk mengalami Allah seperti di atas, hingga kini manusia - umumnya,
dan orang beriman khususnya - masih berkonsentrasi menggunakan alat sensoris
hanya sebatas mengenal dan mengalami dunia fisik. Dengan bantuan alat sensoris,
yang didukung teknologi, manusia
berhasil mengenal dan mengalami dunia fisik lebih dari sekedar raw material
untuk kehidupan di dunia ini. Manusia berhasil memanfaatkan dunia yang tadinya
hadir sebagai raw material menjadi materi yang memudahkan hidup. Banyak manusia
- termasuk orang beriman - bangga bahwa mereka sudah berhasil menggunakan
alat-alat sensorisnya. Untuk orang beriman tidaklah demikian. Orang beriman
diminta untuk lebih dari manusia lain dan tampil menunjukkan bahwa alat sensoris
yang dianugerahkan Allah itu dapat digunakan untuk mengenal Allah, mengalami
kehadiran Allah dan mengalami kasih-Nya di dunia.
***
Bagaimana
caranya agar dapat mengalami kehadiran Allah bersama dan melalui peristiwa ?
Atau peristiwa fisik alam? Orang beriman diharapkan tidak hanya melihat salju
atau hujan yang turun. Orang beriman tidak hanya merasakan nikmatnya roti.
Orang beriman tidak hanya melihat ada benih yang mati dan ada benih yang subur.
Orang beriman membantu agar salju dan hujan benar-benar menghasilkan
kesuburuan. Orang beriman tampil menyingkirkan batu, membersihkan ilalang dan
melindungi benih yang tumbuh di pinggir jalan. Yang mula-mula dilakukan orang
beriman adalah menerima firman Allah dengan sungguh hati sampai mengerti dan
menjadi kekuatan untuk mendengarkan dan melihat kehadiran Allah dibalik
peristiwa alamiah sehari-hari. Setelah menerima firman, langkah berikutnya adalah
memelihara firman itu dengan berbagai cara antara lain melindunginya dari
gangguan, membongkar batu, mencabut ilalang supaya firman itu bertumbuh subur
agar hasilnya seratus kali lipat atau minimal tigapuluh kali lipat. Benih
firman itu : digambarkan dalam Injil bahwa benih itu ada yang jatuh di pinggir jalan.
Dalam Injil di atas , yang akan menginjak benih iman - yang tidak terjaga itu -
disebutkan sebagai setan. Pada zaman ini, yang akan menginjak-injak iman itu
adalah manusia sendiri, dalam arti : pikiran manusia sendiri. Terutama pikiran
yang berisi pengalaman dunia fisik dengan berbagai informasi dunia. Gangguan akan
menjadi-jadi pada manusia yang lebih suka membanggakan pengetahuan tentang
dunia fisik dan lebih banyak belajar tentang khasanah pengalaman manusia daripada
belajar tentang firman Allah. Ketika bermasalah, seperti sakit misalnya,
manusia seperti ini menginjak-injak imannya sendiri dengan jalan mencari
jawaban atas sakitnya dengan melihat pada pengalaman manusia sendiri tentang dunia
sakit atau dari dunia orang yang berpengalaman menangani penyakit sesuai ukuran
dunia. Banyak orang, yang mengaku beriman sekalipun, juga berperilaku yang sama
dan menginjak-injak benih imannya sendiri dengan cara yang sama dengan yang
tidak beriman. Demikian juga dengan batu atau ilalang. Yang menjadi batu
penghalang bertumbuhnya benih iman adalah kesombongan dengan memandang diri atau
manusia sebagai sumber dan pencipta kebenaran. Kebenaran iman tidak mungkin
bertumbuh pada manusia yang menganggap diri benar dan memiliki pengetahuan lebih
dari kebenaran iman. Yang seperti ini akan menindih kebenaran iman dengan
kesombongan kebenarannya sendiri. Imannya pasti mati. Ilalang di sisi lain
adalah sikap manusia yang mendua : berpegang teguh pada kebenaran pengalaman
manusia dan sedikit percaya pada firman. Benih imannya jelas terhimpit mati,
alat sensorisnya baru berfungsi sampai pada tingkat mengenal dunia fisik. Jelas
ketika mengalami masalah, benih imannya diabaikan dan lebih memilih pengalaman
dari dunia sesuai kemampuan alat sensorisnya.
***
Banyak
orang berpikir bahwa lebih baik benih imannya yang mati daripada manusianya
yang mati . Dalam pandangan manusia umumnya, kematian itu hanya sebatas putus
napas, ketika fungsi sensoris duniawi tidak normal lagi untuk mengalami dunia.
Tidak banyak manusia yang berpikir bahwa firman - lah nutrisi jiwa yang berperan
menghidupkan hidup dan yang menghidupkan tubuh. Jiwa yang bernutrisi akan menghidupkan
relasi antar manusia. Paling tidak, manusia berelasi dalam kasih atau dalam
sukacita. Manusia dengan jiwa yang mengalami kekurangan nutrisi tidak mungkin dapat
berelasi dengan sesamanya dalam kasih atau sukacita. Yang demikian akan
mengalami kematian dalam berelasi, misalnya : saling meremehkan, saling membenci
atau saling memangsai. Matinya relasi
ini, cepat atau lambat, akan menyebabkan kematian berulang-ulang pada tubuh
seperti sering menderita berbagai macam gangguan fisik seperti maag, darah tinggi,
jantung, diabetes, sulit tidur. Kematian seperti ini akan membawa kematian
ekonomi karena tidak dapat berproduksi secara maksimal, sementara di sisi lain
duit dihabiskan untuk berobat. Akhirnya, mengalami kematian dini. Yang lebih
celaka lagi, di dunia mati dan di akhirat jiwanya juga akan mengalami kematian
kekal. Yesus datang supaya kematian tidak boleh terjadi pada manusia, terutama
pada orang beriman. Yesus melalui Injil hari Minggu ini mengingatkan sekaligus
menguatkan manusia agar menggunakan telinga, menggunakan mata, lebih dari sekedar
alat sensoris untuk mengenal alam fisik. Telinga dan mata digunakan untuk
mengenal Allah dan mengalami kasih Allah. Untuk sampai pada mengalami Allah dan
kasih- Nya, manusia diharapkan untuk menerima firman Allah dan memeliharanya agar
berbuah seratus kali lipat. Hasil yang sebanyak itu merupakan bekal dalam hidup
sekaligus sebagai modal untuk hidup di dunia ini dan akhirat. Firman itu merupakan
pelindung atas ancaman kematian di sini dan dunia. Yang bertelinga hendaknya mendengarkan
dan yang mempunyai mata hendaknya melihat supaya hidup dalam kepenuhan kasih
Allah di dunia ini dan di akhirat kelak sesudah meninggalkan dunia ini. Silakan
melakukannya dengan sungguh hati dan nikmatilah hasilnya setiap hari mulai dari
sini, didunia ini.
***
Lebih
lengkap lagi dapat dibaca di Buku Eksegese Orang Jalanan, karya Porat Antonius - Max
Biae Dae, Minggu Biasa ke 15 Tahun Liturgi A, Buku
Jilid 2, halaman 158 – 167
Comments
Post a Comment