Cuplikan dari Buku Eksegese Orang Jalanan karya Porat Antonius, Minggu Biasa ke 13 Tahun Liturgi A
Dalam
hidup, manusia harus memilih. Setiap pilihan
hadir bersama dengan konsekuensinya. Konsekuensi
biasanya tidak pasti. Untuk lebih dekat
dengan kepastian, banyak waktu dan tenaga diqunakan
untuk mempertimbangkan banyak hal sebelum menjatuhkan pilihan. Bersyukur kalau
pertimbangannya dan pilihannya benar dan berbuah konsekuensi sesuai yang diharapkan. Sebaliknya dapat saja
celaka dengan konsekuensi yang fatal.
Manusia bagaimanapun tetap tidak
dapat dengan pasti meramal konsekuensi yang terjadi.
Sebagai contoh, bom atom dipelajari dengan sungguh-sungguh
dan direncanakan untuk dimanfaatkan sebaik
mungkin. Yang terjadi kemudian justru bom atom membawa malapetaka ke dunia.
***
Allah sungguh mengenal
hidup manusia seperti itu dan Allah juga berbelas kasih jika ada yang menderita akibat salah pilih karena tidak semua
orang dapat melihat konsekuensi dari
memilih. Bacaan hari minggu ini menawarkan sikap
memilih untuk beroleh sesuatu yang menunjang
hidup di dunia dan akhirat. Melalui bacaan-bacaan
hari Minggu ini orang beriman diajak untuk memilih Allah, mengasihi Allah dulu
baru mengasihi yang lain. Memilih Allah itu berbentuk mengundang
Abdi Allah yang kudus datang dan tinggal di rumah seperti yang digambarkan
dalam Bacaan Pertama. Dalam Bacaan Kedua, dibaptis dan mati bagi dosa atau tinggalkan
dosa merupakan bentuk lain dari mengasihi atau memilih hidup bagi Allah. Dalam
Injil dijelaskan bahwa mengasihi Allah lebih dahulu sebelum mengasihi sesama
manusia supaya nantinya dapat mengasihi sesama. Demikian juga dengan nyawa: Yang kehilangan nyawa karena Tuhan akan
mendapatkannya kembali. Memilih Allah tidak pernah tekor. Ketika orang beriman mencoba mendengarkan pewartaan
seperti ini apalagi berulang-ulang, dapat saja terjebak dalam pandangan yang
sederhana dan keliru : yaitu bahwa kisah seperti itu tidak mungkin diterapkan
dalam hidup sehari-hari. Bagaimana mengasihi Allah sementara yang di depan mata
dan yang nyata berjasa atas hidup itu adalah orangtua. Demikian juga mengasihi
putera dan puteri. Dengan mengasihi mereka dengan benar, makajelas lebih pasti
menjamin hidup masa tua. Mengasihi Allah belum tentu. Di sinilah letak
kekeliruannya. Mengasihi Allah mendahului mengasihi anggota keluarga di sini
dalam arti mendengarkan tuntunan Allah dengan baik sebelum mengasihi anggota
keluarga lain supaya kasih yang diberikan itu sesuai ukuran Allah.
***
Hal yang sama terjadi pada penderita diabetes misalnya.
Setelah mendengarkan dan pasrah pada Allah sambil bertobat atas dosa, sakit diabetes
yang biasanya menakutkan dan tidak dapat disembuhkan secara medis, akhirnya
dapat disembuhkan dengan mengkonsumsi makanan yang secara`medis dilarang,
seperti duren. Ini sungguh terjadi pada orang tertentu. Orang yang lainnya, sesuai
jawaban yang diperoleh dari Allah adalah menyetop makanan yang memicu diabetes
khusus bagi orang itu. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa banyak orang
yang akhirnya bebas dari penyakit diabetes – penyakit yang menakutkan, mahal,
dan tidak dapat disembuhkan itu - dengan mudah, sederhana dan tanpa biaya. Demikian juga dengan istilah memilih mati terhadap
dosa dan hidup menurut Allah. Yang memilih hidup demi Allah dan memilih mati
atas dosa biasanya hidup jauh lebih bersukacita dibandingkan dengan yang
memilih hidup sesuai ukuran manusia. Sebagai contoh. Yang memilih hidup dalam
Allah menganggap bahwa malas itu dosa maka memilih rajin. Buah dari rajinnya,
adalah hidup berkecukupan. Biasanya Allah menambahkan semangatnya supaya
semakin rajin. Hidup orang yang memilih lebih rajin seperti ini lebih dari cukup.
Allah menambahkannya supaya tumbuh murah hati. Ia memilihnya, maka orang ini
akhirnya hidup berkecukupan dan hidup dalam damai dan terlindung bersama orang
lain. Secara fisik juga jauh lebih sehat dan lebih bersukacita.
***
Hidup dalam Allah bagi orang beriman adalah hidup
yang : mati-atas-dosa. Yang diharapkan bahwa orang beriman mati total atau
minimal sering mengalami kematian atas dosa. Dengan ini orang beriman adalah orang
yang jujur, sabar, rendah hati, rajin, damai, danbersukacita, berkecukupan.
Yang hidup dengan mati atas dosa biasanya
juga dapat mencintai anggota keluarganya dengan benar melalui hidup yang rajin,
sederhana, jujur, rela berkorban, dan sebagainya. Hidup seperti ini sebenarnya
merupakan bukti nyata bahwa memilih hidup dalam Allah itu nyata menghidupkan. Dengan
demikian, hendaklah hidup orang beriman berbeda dari hidup orang yang tidak
beriman dalam bentuk mematikan dosa, dan hidup atas kesucian. Dengan sendirinya
hidup orang beriman berciri sukacita karena Allah akan menyelesaikan semua yang
dihadapi. Hidup orang beriman pun lebih sehat, damai baik dalam situasi sendiri maupun bersama orang lain. Buktikan
sendiri dalam hidup bila mati terhadap dosa : hidup berkecukupan, lebih bersukacita,
sampai hidup sehat tanpa menderita penyakit menahun yang tidak dapat disembuhkan. Mulai dulu dari mati terhadap
dosa. Semuanya akan ditambahkan atasmu.
***
Lebih lengkap lagi dapat dibaca di Buku Eksegese Orang Jalanan, karya Porat Antonius - Max Biae Dae, Minggu Biasa ke 13 Tahun Liturgi A, BUku Jilid 2, halaman 137 - 143
Comments
Post a Comment