Selama di dunia ini, manusia mengalami banyak masalah, sementara tetap berhadapan dengan masalah, manusia juga harus bertanggung jawab mengurusi dunia, baik untuk diri sendiri maupun untuk generasi yang lahir kemudian. Oleh karena perkembangan peradabannya, manusia cenderung mengembangkan kemampuan rasional sebagai hukum andalannya dalam menghadapi masalah dan mengurusi dunia. Secara fisik, banyak yang telah dicapai dengan sangat menakjubkan berkat kemampuan itu. Misalnya transportasi semakin lancar. Tetapi harus diakui bahwa masih banyak yang belum terselesaikan dan banyak pula yang keliru, bahkan penyelesaiannya salah. Yang sangat rumit sekarang adalah pertanian dan kesehatan manusia. Semua ini paling tidak sebagai gambaran akan keterbatasan hukum rasional bahwa kemampuan rasional itu belum cukup. Apakah manusia sadar dengan semua itu? Hari ini kitab suci mengingatkan manusia, terutama orang beriman untuk menggunakan hukum Allah dalam mengurusi diri dan mengurusi dunia. Hukum Allah itu sudah tertulis dalam batin setiap manusia. Hukum itu akan jelas berbicara kepada manusia apabila manusia taat pada hukum Allah itu dan membina hidup saleh. Hukum itu sebagai terang dalam mengakses hukum alam yang terekam dalam otak dan menggunakannya dengan tepat sasaran. Saleh itu : Setia mengikuti Yesus dan melakukan perintahNya dalam hidup sehari-hari seperti : rajin, jujur, sederhana, tidak emosional, tidak bersungut-sungut dan sebagainya. Dalam hidup sehari-hari, suara jiwa yang berisi hukum Allah itu berbentuk suara hati atau kadang disebut sebagai naluri. Karena berisi hukum Allah, maka dengan sendirinya berkualitas melampaui suara fisik yang terekam dalam otak. Manusia masih terikat tubuh dan mementingkan tubuh, sehingga manusia gagal meninggalkan cara pandang dan cara hidup yang tubuh sentris. Manusia juga gagal membaca hukum Taurat yang sudah diletakkan Allah dalam batinnya. Ketika manusia masih saja keliru mencampuradukkan tubuh dengan jiwa atau tubuh sama dengan jiwa dan keselamatan jiwa sama dengan keselamatan Tubuh, Yesus hadir untuk meluruskannya sendiri bersama manusia. Yesus meluruskannya dengan mengambil contoh perumpamaan gandum. Supaya gandum dapat menjadi banyak, gandum yang hanya kelihatan fisiknya harus masuk ke dalam tanah, harus mati dan harus hancur. Tubuh gandum harus masuk dan dihancurkan tanah sejalan dengan sifatnya yang berasal dari tanah. Kehancuran tubuh memberi ruang bagi kekuatan yang didalam ( jiwa ) untuk menghasilkan gandum yang lebih banyak. Tanpa kehancuran dengan cara demikian, gandum tetap hanya satu biji saja. Demikian juga dengan jiwa manusia, jiwa yang menghasilkan gandum lebih banyak itu akan sungguh menjadi kekuatan bila tubuh yang dalam versi manusia sama dengan jiwa harus mati masuk ke dalam tanah, hancur di dalam tanah. Jiwa meskipun masuk bersama tubuh ke dalam tanah, tidak hancur bersama tubuh, karena jiwa tidak dari tanah, melainkan berasal dari Allah. Karena dari Allah, membawa sifat Allah, maka kekuatannya kekal adanya. Yesus tidak hanya hadir mengajarkan atau meluruskan kekeliruan. Yesus hadir melalui contoh hidupnya sendiri. Yesus mengurbankan tubuhNya disalib demi kemuliaan jiwa atau kesalehan dan ketaatan pada bapa Nya. Dalam kehidupan sehari-hari, hukum Allah itu sama dengan yang disebut suara hati atau yang secara ilmiah disebut naluri. Dalam bagian kitab suci yang lain disebut sebagai suara Roh Kudus. Manusia terutama orang beriman diharapkan belajar membaca atau mendengarkannya karena jauh lebih kuat daripada yang ada di otak atau bagian tubuh lainnya. Suara hati itu atau naluri itu berbicara mendahului suara pengalaman otak. Dalam kehidupan pun suara itu nyata sebagai terang untuk memilah atau memilih pengetahuan secara tepat dalam menjalani hidup. Sementara pengetahuan dalam otak itu simpang siur dan mengandung banyak pilihan yang membingungkan. Pengetahuan yang terekam dalam otak hanya dapat digunakan dengan tepat sasaran dengan bantuan terang dari batin yang berisi hukum Allah. Nyata sebenarnya dalam hidup sehari-hari, yang mengandalkan pengetahuan dalam otak sering bingung dalam berhadapan dengan masalah. Biasanya juga semakin tidak menentu bila beberapa otak disatukan yakni dalam bentuk diskusi . kesepakatan jarang dicapai. Sayang, kekuatan jiwa masih diabaikan dalam peradaban manusia, manusia lebih gandrung mengembangkan otak daripada mendengarkan suara hati atau insting. Suara Tuhan yang datang dari luar dapat saja langsung tetapi bisa juga tidak langsung seperti melalui alam atau sesama manusia. Apakah pernah dengan jelas mendengarkan suara Tuhan dari luar? Bila jawabannya tidak atau belum pernah maka jelas itu sebagai tanda bahwa kesalehan dan kesetiaan mengikuti perintah Yesus belum mencapai titik maksimal untuk mendengarkan suaraNya. Pengalaman menunjukkan dalam hampir semua sisi kehidupan bahwa Allah Setia memperdengarkan hukumNya dan setia pula memperdengarkan suaraNya. Bila banyak manusia yang tidak mendengarkan suaraNya , maka manusia perlu belajar yang lain diluar kesalehan dan kesetiaan ritualistik pada Tuhan. Yang abadi pada manusia adalah jiwa atau batin karena hukumnya ditulis dalam batin yang kekal yang akan kembali kepadaNya. Ketika setia mengikuti perintah Tuhan dan setia membina kesalehan hidup maka suara Tuhan akan jelas terdengar dan mudah dipahami. Berjuanglah untuk tidak menjadikan otak sebagai terang dalam menjalani hidup, suara Tuhan pasti akan dengan mudah didengarkan dan dengan mudah dipahami untuk mengatasi masalah hidup, lakukanlah bersama Allah dan buktikan khasiatnya dalam hidup sehari-hari. Hiduplah secara saleh dan taatlah pada perintah Tuhan. Semua-nya akan terang pada waktunya dan pada waktunya juga dapat mendengarkan hukum Tuhan dan suara Tuhan.
Cuplikan dari Buku Eksegese Orang Jalanan, karya Porat Antonius
Lebih lengkap lagi dapat dibaca di
Buku Eksegese Orang Jalanan Tahun Liturgi B, Buku Jilid 1
_edian_
Comments
Post a Comment